TOLITOLI – Sempat absen beberapa tahun, penagihan Pajak Alat Berat (PAB), kembali akan dilakukan Unit Pelaksana Teknis Badan (UPT) Badan Pendapatan Sulawesi Tengah-Wilayah VII Tolitoli, tahun 2025.
Sementara, informasi yang beredar kurang lebih ada ratusan kendaraan alat berat yang beroperasi di Tolitoli, baik untuk kegiatan proyek maupun pribadi, kontribusi pajaknya sumir, alias tidak jelas.
Menyikapi hal ini, Kepala UPT Badan Pendapatan Wilayah VII Tolitoli Erawaty SE menjelaskan, regulasi atas dasar bagi UPTB Pendapatan untuk melakukan penarikan pajak kendaraan alat berat masih menunggu instruksi dari Pemprov Sulteng.
Sembari menanti regulasi, UPTB Wilayah VII Tolitoli sudah mulai bergerak melakukan pendataan atau menginventarisir jumlah alat berat yang beroperasi di Kabupaten Tolitoli.
“Yang kami lakukan adalah menyurati sejumlah perusahaan yang punya alat berat di Tolitoli, tetapi itulah kendala kami masih banyak pengusaha yang tidak mau terbuka melaporkan, dan yang kami tahu di Tolitoli ini cuman Bolong, Wada, Joni Pongki,” sebutnya.
Lanjut Erawaty, ihwalnya jumlah kendaraan alat berat di Tolitoli diperkirakan cukup banyak, dan belum semuanya bisa terdata.
“Sebab, kita tidak tahu alamatnya, posisi kantor dan sebagainya. Baru 2 perusahaan yang kami datangi, yakni perusahaan batu pecah di Kapas, dan usaha pembekuan udang (Cold Storage), baru itu. Tapi kami akan terus berupaya maksimal mendata,” tekadnya.
Adapun tugas dan tanggungjawab pendataan jumlah alat berat, sambung Erna, memang melekat di salah satu bagian di UPTB Pendapatan, dan itu sudah dilakukan sejak tahun 2024 lalu.
Selain itu, UPTB juga telah mengusulkan ke Pemprov Sulteng, untuk menyusun aturan tentang persyaratan bagi kontroktor atau pengusaha yang akan mengikuti tender proyek, agar menyertakan kewajiban membayar pajak alat berat.
“Jika tidak melunasi pajak alat beratnya, sanksinya tidak bisa ikut tender, atau harus diguurkan dalam proses tender, nah itu yang kami usulkan sebagai upaya agar penarikan pajak alat berat bisa terserap maksimal,” usulnya.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua LSM Bumi Bhakti Tolitoli Ahmad Pombang menyoroti, dalam Peraturan Gubernur No 58 Tahun 2022 tentang pajak daerah, dalam pasal 1 menegaskan bahwa, kategori alat berat dimaksud yakni, Excavator, Bulldozer, Crane, Loader, Backhoe, Motor grader, Dump truck, Compactor, Roller, Hydraulic Static Pile Drive (HSPD), Asphalt sprayer and finisher, Wales stump, Scraper, dan Diesel hammer.
Sedangkan objek Pajak Alat Berat (PAB) yakni kepemilikan dan/atau penguasaan alat berat oleh orang pribadi atau badan, kecuali yang yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah, pemda, dan TNI/Polri, serta kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dengan asas timbal balik dan lembaga internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak.
Pajak alat berat dihitung sesuai dengan dasar pengenaan pajaknya yang dikalikan dengan tarif PAB yang berlaku. Merujuk Pasal 9 ayat (1) UU HKPD, yang menjadi dasar pengenaan Pajak Alat Berat atau PAB adalah nilai jual alat berat. Nilai jual ditentukan berdasarkan harga rata-rata pasaran umum alat berat.
Adapun besar tarif PAB diatur oleh pemerintah melalui undang-undang. Jika merujuk Pasal 20 ayat (1) UU HKPD, tarif pajak alat berat ditetapkan paling tinggi sebesar 0,2% dari nilai jual. Kemudian pemerintah daerah menentukan besar tarif pajak alat berat di masing-masing wilayahnya melalui Peraturan Daerah (Perda).
“Contoh, Pemprov Sulteng menetapkan tarif pajak alat berat 0,2 % dari jual atau sama dengan batas maksimal yang diperbolehkan UU HKP. Dan jika 1 perusahaan punya alat berat dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Rp 2 miliar, maka nilainya NJOP Crane x Tarif PAB, Rp 2 miliar x 0,2 % hasilnya Rp 4 juta yang harus setorkan,” sorotnya.
“Namun disayangkan, Perda ada, Pergub ada, kenapa UPTB mengaku menunggu regulasi, regulasi sudah jelas, tinggal menunggu juknis berapa standardisasi nilai yang diberlakukan. Harusnya, aparat juga bisa membantu memaksimalkan penyerapan PAB, dengan pola-pola kerja sama, seperti Kejari Tolitoli punya MoU sebagai mitra penagihan pajak atau retribusi,” pungkasnya.
Disinggung soal sanksi, Ahmad Pombang menegaskan, wajib pajak harus membayar PAB terutang sesuai ketentuan yang berlaku dan tepat waktu untuk menghindari sanksi berupa denda yang dihitung berdasarkan persentase keterlambatan atau persentase dari pajak yang belum dibayar, hingga penyitaan alat berat hingga pajak dibayar lunas. (dni)