11 February 2025
27.7 C
Palu

Mencoba Trans Bus Palu dari Bus Stop Paling Selatan ke Paling Utara Setelah Berbayar

Tidak Lagi Penuh Penumpang Seperti Awal Digratiskan

Must read

SETELAH 1 Januari 2025, naik Trans Bus Palu tidaklah gratis. Setiap penumpang dibebani tarif jalan. Dulu, saat diluncurkan per 1 Okotober 2024, transportasi publik ini jadi primadona. Sekolah bahkan mengirim siswanya dalam grup-grup kelas untuk naik dan memenuhi bus ini, sementara penumpang umum pun juga tak kalah antusias. Penasaran, apakah saat ini seramai dahulu?

LAPORAN: Nur Soima Ulfa

Pukul 14.59 WITA pada Senin (13/1/2025), akhirnya saya bisa duduk tenang di belakang sopir. Tidak duduk tepat di belakangnya, tapi di barisan kursi depan sebelah kiri sopir. Berasa sangat lega saat itu, karena sempat salah naik bus, diturunkan di halte selanjutnya dan harus menunggu bus lainnya yang melayani jalur ke Taman Gor.

Kala itu saya menunggu Trans Bus Palu di bus stop Taman Makam Pahlawan, Jalan Basuki Rahmat, Kecamatan Palu Selatan. Jalur ini adalah salah satu jalur paling selatan dari empat koridor jalur rute yang dilayani.

Saya berniat melakukan perjalanan ke bus stop Pelabuhan Pantoloan, Kecamatan Tawaeli, yang merupakan jalur paling utara dari empat koridor yang ada. Seingat saya, jalur ini adalah salah satu jalur terfavorit oleh penumpang saat pemberlakuan masa pengenalan Trans Bus Palu pada periode 1 Oktober-31 Desember 2024. Saat di mana naik bus ini masih gratis.

Ada satu video viral dimana satu calon penumpang yang telah menunggu bus ini di bus stop Pelabuhan Pantoloan, melontarkan protesnya dengan marah. Dia melaporkan penumpang di dalam bus tidak mau turun, sementara ada banyak calon penumpang yang ingin naik ke dalam bus sudah menunggu di bus stop ingin berkendara. Kesannya, para penumpang dari arah Kota Palu itu berpikir bus itu adalah bus wisata sewaan pribadi.

Nah, saya pun penasaran. Apakah bisa dapat momen yang sama? Atau setidaknya, apakah bus terisi penuh seperti dulu di saat berbayar seperti sekarang?

Di bus berkode TP3-02 saya pun berkendara menuju Taman Gor. Tempat di mana menjadi hub atau transit utama dari 3 koridor yang ada; yakni koridor 01, 02, 03M (Monginsidi), dan 03Y (Moh. Yamin). Di sepanjang jalan, hanya ada dua penumpang: saya dan satu lelaki yang membawa dus besar berisi speaker.

Selama di perjalanan, kami bertukar cerita. Rupanya lelaki ini adalah sopir bus Trans Palu yang sedang off. Dia mendapat jatah libur 1 hari setelah bekerja selama 6 hari. “Sekarang ini yang naik (ke bus, red) adalah yang punya keperluan. Tidak kaya dulu,” katanya.

Sebut saja dirinya Rambo. Itu bukan nama sebenarnya karena dia meminta agar namanya disamarkan. Alasannya tidak enak karena lagi off duty alias tidak sedang bertugas. Tapi dia tidak segan untuk berbagi pengalamannya selama menjadi sopir Trans Bus Palu. Termasuk saat masa berbayar seperti saat ini.

Kepada saya, Rambo mengatakan sejak diberlakukanya tarif bus, rata-rata paling banyak dia mendapatkan 7 penumpang. Berbeda dengan masa gratis, di mana paling sedikit 15 orang yang naik bus. Paling banyak? Tak terhitung, hanya saja seingatnya ada penumpang yang sampai duduk di lantai.

“Bagi saya kesannya itu jadi santai. Lebih tenang, tidak terlalu ribut. Tidak ada juga bau-bau aneh, kayak dulu. Macam-macam lah, bau ketek, bau mulut,” ungkapnya.

Adanya perbedaan jumlah penumpang tersebut, lantas apakah tidak mempengaruhi kinerja sopir? Rambo pun menjawab tidak. Mereka dibayar oleh perusahaan per bulan layaknya pegawai kantoran. Gaji bulanan dengan nominal yang tetap sejak mulai bekerja pada 1 Oktober 2024 hingga saat ini.

Rambo mengungkapkan dirinya bersama dengan rekan-rekannya yang lain dibayar senilai UMR Sulteng. Meski tidak menyebut dengan nilai yang tepat, Rambo mengatakan gaji bulanan mereka di antara range Rp3,2 juta hingga Rp3,3 juta.

PT Bagong selaku perusahaan rekanan Pemerintah Kota Palu, menurut Rambo, mengatur semua hal yang berkaitan dengan teknis operasional. Seperti pemeliharaan unit bus serta operasionalnya, hingga mengatur para sopir. Termasuk kontrak kerja dan hal-hal lain yang berkaitan dengan hak dan kewajiban sopir. Sementara untuk urusan rute, pemilik sahnya adalah Dinas Perhubungan Kota Palu.

Dia menambahkan ada 26 unit Trans Bus Palu, tapi dua di antaranya berstatus sebagai cadangan dan hanya akan digunakan jika ada unit bus yang rusak atau ada kondisi lain. Jumlah sopir pun disesuaikan dengan jumlah shif yang disediakan.

Dalam sehari, ada dua shif waktu kerja untuk satu unit bus. Shif pagi dimulai pukul 06.00-13.00 WITA dan shif siang dimulai pukul 13.00-22.00 Wita. Satu sopir hanya akan menjalani satu shif saja dengan jatah libur 1 hari dalam seminggu.

“Kami hanya diperbolehkan mengambil satu shif setiap satu hari. Pertimbangannya selalu kepada keselamatan penumpang, karena tidak sanggup mata kalau di jalan satu hari full,” terang Rambo.

Keterangan Rambo ini diamini oleh Agus (42). Sopir dengan pengalaman 15 tahun berkendara di jalanan ini, mengungkapkan paling suka bila mendapatkan shif kerja di siang hari, karena di pagi hari dirinya bisa bekerja sebagai tukang reparasi elektronik.

Agus menjadi teman bicara saya selama perjalanan ke bus stop paling utara, yakni Pelabuhan Pantoloan. Mengemudikan bus berkode TP1-10, Agus ternyata adalah sopir dari bus yang viral.  Mengingat moment itu, Agus hanya bisa tertawa.

“Saya bilang kalau sudah sampai di Pantoloan nanti, ibu-ibu harus turun ya. Eh, ternyata tidak. Hahahahahaha..,” kata Agus sambil tertawa.

Dirinya pun mengajui bila masa-masa itu adalah masa paling ramai penumpang. Faktornya bisa karena gratis dan didorong oleh rasa ingin tahu. Jadi kesannya penumpang seperti berwisata. Berbeda dengan kondisi saat ini, di mana pengguna bus hanya mereka yang memiliki urusan perjalanan saja.

Agus mengungkapkan pasca adanya tarif, jumlah penumpang tidaklah bisa diprediksi. Tapi sekali ada kalanya bus hampir penuh. Saat itu jam terakhir sebelum shif hari itu berakhir. Penumpangnya adalah para pekerja dari sekitar kawasan Pelabuhan yang hendak pulang ke rumah.

“Yang bisa diambil hikmahnya itu, berasa lebih lega sekarang. Dulu orang bisa ribut baku ambil tempat duduk. Sekarang lebih enteng saja, lebih irit bahan bakar,” ungkap Agus.

Disinggung soal konsumsi bahan bakar, Agus mengungkapkan untuk satu unit bus bisa membutuhkan sampai 65 liter solar untuk beroperasi satu hari. Tapi sopir tidak perlu khawatir karena biaya solar ditanggung langsung oleh perusahaan.

Jadi, sopir hanya perlu fokus mengemudi dengan mematuhi SOP yang ada. Misalnya, mengemudi harus pada kecepatan 40-45 kilometer per jam dan tidak boleh menginjak marka jalan.

ALAT SCAN KARTU E-MONEY: Agus, sopir bus TP1-10, memperlihatkan alat scan kartu e-money, yang sudah disiapkan. Namun alat ini belum bisa difungsikan karena belum ada kartu khusus untuk Trans Bus Palu.(NUR SOIMA ULFA)

Masih Kesulitan Pakai Qris

Dalam perjalanan pulang dari bus stop Pelabuhan Pantoloan ke Puskesmas Talise, saya mendapati bus lebih banyak penumpang dan lebih banyak punya kisah soal metode pembayaran.

Perlu diketahui, per 1 Januari 2025, pembayaran bus sejatinya hanya bisa menggunakan Qris. Namun, Dishub Kota Palu memberi kebijakan selama tiga bulan ke depan, penumpang masih bisa membayar dengan tunai kepada pramugari/pramugara. Mereka ini nantinya yang akan membantu membayar lewat Qris menggunakan akun pribadi masing-masing.

Jack (26), staf Dishub Kota Palu, yang bertugas sebagai pramugara di bus yang dikendarai oleh Agus, kala itu terlihat lebih lebih sibuk. Satu waktu dirinya harus meminta maaf kepada bocah laki-laki karena uang kembalian yang bisa dia berikan hanya Rp2.000,-.

“Om tidak punya uang Rp500, jadi maaf ya. Ini uang kembaliannya,” kata Jack. Setelah mengembalikan uang, dia pun mencatat transaksi di lembaran kertas dan memotret bukti transaski Qris untuk selanjutnya dikirim ke group WA.

Kepada saya Jack mengungkapkan untuk sementara waktu dirinya dan beberapa staf Dishub lainnya ditugasi membantu transaksi tunai ke saldo Qris. Ini dilakukan karena sebagian besar penumpang bus masih kesulitan membayar dengan Qris. Utamanya para kaum ibu dan pelajar sekolah dasar.

Jack mengungkapkan sejauh ini tidak ada kendala baginya. Tapi di satu sisi dirinya khawatir bila ada saatnya, saldo Qris miliknya tidaklah cukup. Untuk itu, dia berharap pihak kantornya bisa memberikan saldo  Qris sebagai “modal awal” kepada pramugara/pramugari yang bertugas.

“Tidak perlu banyak. Misalnya, Rp100 ribu atau Rp200 ribu per minggu sudah cukup. Bagaimana?,” tanyanya kepada Agus yang kala itu tetap fokus mengemudi.

Agus pun mengangguk. Dia berkata kepada saya, bila ide yang dilontakan Jack itu baik. Sebab, menurutnya, agar penumpang bisa merasa nyaman dalam era berbayar saat ini maka sedapat mungkin mereka bisa dibantu dalam pembayaran. Jangan sampai orang tidak mau naik bus, haya karena merasa tidak bisa membayar melalui Qris.

Mantan sopir Palu-Morowali ini pun berharap kartu e-money bisa segara ada. Sebab dengan begitu, pembayaran bisa lebih cepat dan menjadi alternatif bagi penumpang yang tidak memiliki akun Qris.

“Saya dengar juga akan dibuka rute masuk kampus Untad. Kalau betul, itu bisa nambah penumpang. Tapi itu kewenangan Dishub ya,” ungkap Agus.

Menurut Agus, dia akan mendukung kebijakan apapun yang bisa meningkatkan jumlah penumpang. Dia pun memberi saran agar ada rambu-rambu bus stop di lengkapi di beberapa spot agar memudahkan calon penumpang. Termasuk pembangunan halte agar bisa memberi rasa nyaman sembari menunggu bus.

Saran yang diberikan oleg Agus itu cukup masuk akal. Pasalnya, Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Kota Palu, Trisno Yunianto kepada wartawan filesulawesi.com mengungkapkan pihaknya ditarget sekitar Rp miliar dari pendapatan melalui operasional Trans Bus Palu sepanjang 2025.(**)

Latest article

More articles

WeCreativez WhatsApp Support
Silahkan hubungi kami disini kami akan melayani anda 24 Jam!!