PALU – Sumber terjadinya Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Palu Tahun 2024 harus terungkap. Inspektorat dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Palu juga harus mengetahui sumber defisit APBD tersebut terjadi pada jenis belanja apa, sehingga tidak hanya menduga-duga.
Defisit APBD sendiri, juga kerap terjadi karena besar pasak dari pada tiang atau besar belanja dari pada pendapatan. Penegasan ini disampaikan Ekonom Universitas Tadulako (Untad), Mohammad Ahlis Djirimu menanggapi Defisit APBD Pemerintah Kota Palu, Selasa malam (14/1/2025).
Disampaikan Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Untad ini, Kota Palu berdasarkan hasil riset Kementerian Keuangan tentang ketimpangan fiskal vertikal dan horizontal di 81 kabupaten/kota dan 6 provinsi di pulau Sulawesi masuk klasifikasi kuadran 1 bersama Kabupaten Banggai yaitu daerah di sulawesi yang Kapasitas Fiskalnya Tinggi, namun quality of expenditure rendah.
“Dalam bahasa masyarakat awam, banyak duitnya, tetapi boros belanjanya. Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 pasal 12 mentolerir defisit anggaran terhadap Produk Domestik Bruto wajib di bawah 3 persen,” jelasnya.
Lanjut dia, analog dengan daerah, defisit anggaran Kota Palu terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) seharusnya juga di bawah 3 persen. Defisit rata-rata daerah di Sulteng yang pernah dihitung mencapai 1,65 persen dari PDRB.
“Nah, sekarang hasil perhitungan saya defisit anggaran kota Palu mencapai 0,47 persen yang peroleh dari Rp144,19,- miliar dibagi dengan PDRB Tahun 2023 Rp30.787.242.240.000,-,” paparnya.
Defisit semacam ini, kata dia, pernah terjadi ketika kewenangan penggajian guru SMA/SMK dilimpahkan ke provinsi karena perubahan regulasi. Defisit boleh jadi berasal dari penerimaan CPNS, sertifikasi guru, atau pernah terjadi di Kota Palu pada 2016-2021, yakni membuat proyeksi pendapatan rendah dari realisasi historis, walaupun dari realisasi Pajak Daerah/PD & Retribusi Daerah/RD, potensi penerimaan itu besar.
“Saya pernah menghitung realisasi historis PD 28 persen dan RD 20 persen yang saya pernah ungkapkan di DPRD Kota Palu. Caranya adalah membandingkan realisasi penjabaran APBD per OPD dengan Penjabaran APBD per OPD. Ini akan ketahuan pada OPD mana terjadi masalah seperti idle money atau dana mengendap dan pada OPD mana terjadi boros anggaran, serta menempuh solusi strategis dapat ditempuh,” jelas Regional Expert Sulawesi, Kementerian Keuangan ini.
Lanjut dia, rasio local fiscal autonomy, rasio local dependence on fiscal transfer, sebagai indikator derajat kemandirian keuangan Kota Palu memang menperlihatkan kinerja semakin meningkat. Namun sebaliknya, Pemerintah Kota Palu perlu mewaspadai rasio quality expenditure atau porsi belanja bagi layanan publik perlu ditingkatkan.
Hal itu dapat dilihat dari data yang dirilis BKKBN Pusat Tahun 2023, sebut Ahlis, ada 32.283 orang pemegang KTP Palu atau 12,80 persen yang belum terjamin oleh BPJS Kesehatan. Ada 2.223 anak usia 7-12 tahun atau 18 persen yang tidak sekolah. Ada 854 anak usia 13-15 tahun atau 6,57 persen tidak sekolah di SMP/MTs. Ada 1.806 anak usia SMA/SMK/MA yang tidak sekolah, serta ada 18.645 anak muda usia 19-24 tahun atau 67,46 persen tidak kuliah.
“Solusinya adalah Kota Palu jangan merencanakan kegagalan dan menggagalkan perencanaan. Caranya, optimalisasi fungsi Tim Anggaran Pemkot yang dipimpin oleh Sekretaris Kota. Antara yang direncanakan dan dilaksanakan mesti sejalan sesuai undang-undang nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara,” tegasnya.
OPD juga diminta bekerja berdasarkan azas uang ikut program, program ikut hasil, hasil mengikuti talent dan paham indikator yang akan dicapai. Bila indikatornya belum tercapai, dicari masalah dan solusinya. Bila tercapai atau terlampaui, anggarannya dikurangi dan dialokasikan pada kegiatan yang menunjang misi yang didukung OPD.
“Solusi lainnya, Bapenda (badan pendapatan daerah) memproyeksi pendapatan berdasarkan realisasi historis. Bukan berdasarkan teori Luki atau lu kira-kira dan Lura atau lu rasa-rasa,” sebut Ahlis.
Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD)diingatkan pula, jangan memproyeksikan belanja berdasarkan keinginan. Waspadai trend SiLPA (sisa lebih perhitungan anggaran) meningkat, karena SiLPA yang naik menjadi indikasi dari ketidakberesan tata kelola anggaran. Jauhkan berpikir bahwa SiLPA yang meningkat dan proyeksi pendapatan di bawah target proyeksi historis menjadi kesempatan bagi BPKAD untuk mencadangkannya bagi SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran).
“Pada sisi SILPA tahun berikutnya lah BPKAD akan menjadi ‘juru bagi anggaran’ dan jor-joran di sini tanpa merujuk lagi RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah) dan KUA-PPAS (Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara),” imbuhnya.
Lebih jauh disampaikan Doctor of Philosophy ini, Kota Palu pada Maret akan mempunyai Wakil Wali Kota Palu yang baru. Fungsi pengawasan ada padanya selain pada DPRD. “Tentu kita berharap tidak terjadi bottleneck (hambatan tahapan) pembangunan,” kata Ahlis.
Data Riset Treasury Deposit Facility (TDF) menunjukkan bahwa setiap awal tahun, Kota Palu hanya mampu biayai operasionalnya pada Januari-Februari. Namun Maret, TDF-nya sudah tidak mampu. Artinya, Palu lebih baik ketimbang Parigi yang TDF-nya tidak mampu biayai operasionalnya pada Januari.
“Ini berarti bagi PNS, OPD, DPRD Kota Palu, efisienlah di awal tahun karena kita menghadapi ketidakpastian di 2025 bersumber dari penerimaan negara 2024 tidak mencapai target dan efisien jelang 1 Maret 2025 merupakan awal Ramadhan. Inilah double political austerity (kebijakan pengetatan anggaran),” pungkas Ahlis. (agg)