14 January 2025
24.3 C
Palu

Dugaan Kriminalisasi Warga Poboya Diadukan ke Komnas HAM

Must read

PALU – Sejumlah warga Kelurahan Poboya Kecamatan Mantikulore, Kota Palu mendatangi kantor Komnas HAM Perwakilan Sulteng di Jalan Suprapto, Senin  25 Maret 2024 sekitar pukul 11.00 Wita.

Warga yang tergabung dalam Majelis Pemuda Adat (MPA) Poboya mengadukan dugaan kriminalisasi terhadap Agus Adjaliman, salah seorang warga Poboya yang tengah ditahan di sel tahanan Polres Palu karena dijerat UU ITE terkait sejumlah postingannya di Facebook (FB) terkait aktivitas perusahaan tambang emas PT Citra Palu Mineral (CPM) di Poboya yang disinyalir penyebab air sungai Poboya keruh ketika hujan mengguyur.

Di postingan FB, Agus juga mempublis sejumlah aktivitas blasting (peledakan) material tambang yang telah meresahkan warga setempat, karena dikhawatirkan peledakan ini akan berdampak buruk terhadap sungai dan lingkungan, apalagi peledakan itu dilakukan di hulu, sementara di hilir adalah pemukiman warga Poboya.

Dihadapan komisioner Komnas HAM, Sofyar (tokoh masyarakat) Poboya mengungkapkan bahwa mereka sudah berulang kali berupaya agar saudara Agus ditangguhkan penahanannya dengan alasan istrinya tengah hamil besar dan tinggal menunggu waktu melahirkan.

“Dengan alasan kemanusiaan dan berpapasan dengan bulan ramadhan, maka kami mengajukan permohonan penahanan, namun hingga hari ini tidak dipenuhi kepolisian,” kata Sofyar.

Menurut Sofyar, peristiwa yang diposting di Medsos oleh Agus merupakan fakta yang sebenarnya terjadi di lapangan, seperti adanya air sungai keruh berasal dari kegiatan perusahaan di atas. Tapi uniknya kata Sofyar postingan ini dituduh bohong dan ujaran kebencian oleh perusahaan.

Upaya mediasi damai antara Agus dengan CPM lanjut Sofyar juga telah  dilakukan berulang-ulang, tapi tidak membuahkan hasil.

Pasalnya sejumlah poin persyaratan yang menjadi syarat diajukan oleh CPM untuk ditandatangani Agus sangatlah tidak logis dan manusiawi.

Misalnya Agus harus mengakui bahwa tanah yang diolahnya adalah tanah milik CPM. Hal ini menurut Sofyar sama dengan tidak mengakui hak ulayat orang Poboya atas tanah.

“Jadi sudah jelas bahwa yang mereka inginkan adalah tanah dengan cara mengkriminalisasikan Agus,” tandas Sekjend MPA, Iwan sembari menambahkan bahwa setelah Agus ditahan polisi, pihak CPM langsung mengolah tanah milik Agus padahal tidak ada kesepakatan jual beli tanah.

Sementara LBH Sulteng yang mendampingi warga menilai bahwa pihak Polres Palu sudah ketinggalan soal perkembangan hukum di negeri ini.

Buktinya kata Agussalim Faisal SH, pihak penyidik masih memakai pasal-pasal di UU ITE yang sudah dihapus oleh Mahkamah Konstitusi (MK) setelah mengabulkah gugatan Haris Azhar- Fatia. Dimana MK menilai bahwa pasal tersebut sudah kehilangan objek, sementara penanganan kasus IT tidak seperti penanganan formil kasus-kasus lain, karena di IT yang dibutuhkan pembuktiannya.

“Jadi sekarang atas dasar apa mereka menyidik dan menahan Agus?” tukas Agussalim yang didampingi Safarudin SH (Advokat LBH Sulteng)

Sementara itu, Komisioner Komnas HAM, Ahmad yang menerima aduan warga Poboya mengaku akan menindaklanjuti aduan tersebut sembari meminta kepada warga dan LBH Sulteng untuk lebih melengkapi bukti-butkti dan kronologis peristiwa hukum yang menimpa Agus guna dikaji apakah terjadi pelanggaran HAM terhadap Agus.

“Harusnya penyidik memisahkan masalah pengajuan penangguhan penahanan dari pihak keluarga Agus dengan upaya damai dengan pihak CPM,” imbuh Ahmad.

Terpisah  Manager Government Relation and Permit PT CPM Amran Amier menjelaskan bahwa kasus tersebut merupakan  masalah tindak pidana ITE dan bukan kasus kriminalisasi.

“Kami laporkan pelakunya ke Polres dan ditindaklanjuti. Pemahaman kami, kriminalisasi adalah bila tidak ada perbuatannya, terus warga diadukan,” jelas Amran dikonfirmasi media ini.

Terkait aduan warga ke Komnas HAM Sulteng juga direspon biasa-biasa saja.

“Kami memahami dalam negara demokrasi, penegakan hukum adalah keniscayaan yang menjadi benteng bagi setiap individu bisa berbuat seenak hatinya dengan alasan demokrasi dan HAM,” tulisnya dan menjelaskan bahwa Pelapor bukan CPM tapi karyawan CPM.

Ditanya  adanya upaya mediasi dengan CPM dilakukan hanya saja yang tidak logis kata tersangka Agus diminta mengakui bahwa lahan yang diolah milik CPM? Amran langsung merespon dan kembali bertanya apakah ada alat bukti yang cukup untuk itu?

Amran kembali menjelaskan bahwa ada lahan negara, dalam kawasan hutan/HPT yang diklaim pelaku sebagai hak milik tanpa alas hak dan CPM telah mengantongi izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan di lokasi tersebut.

“Namun terhalangi oleh Agus yang melakukan kegiatan tambang ilegal bersama warga kelompoknya dan Agus tidak mau menyelesaikan masalah tersebut dengan kami,” demikian Amran Amier mengklarifikasinya.  (*/ron)

Latest article

More articles

WeCreativez WhatsApp Support
Silahkan hubungi kami disini kami akan melayani anda 24 Jam!!