PALU – Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Republik Indonesia, Jerry Sambuaga memuji keberadaan Industri Kecil Menengah (IKM) Sri Rejeki, yang tetap komitmen menjaga mutu produk bawang goreng yang dijual. Orang nomor dua di Kementerian Perdagangan RI ini, berkesempatan melihat dari dekat produksi bawang goreng di IKM yang terletak di Jalan Tanjung Dako tersebut, Minggu (28/5) kemarin.
Jerry Sambuaga tiba di IKM Sri Rejeki sekitar pukul 10.30 wita didampingi Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulawesi Tengah, Richard Arnaldo Djanggola. Owner Sri Rejeki, Sri Astuti yang menyambut kedatangan Wamendag langsung menunjukan rumah produksi bawang goreng yang dimiliki oleh IKM tersebut.
Mendag melihat dari dekat rumah produksi bawang goreng Sri Rejeki, bagaimana pemilahan bawang merah mentah, kemudian dibersihkan dan digoreng hingga dilakukan pengemasan, yangseluruhnya di rumah produksi tersebut. Dia juga senang, melihat tidak hanya memiliki rumah produksi, Sri Rejeki ternyata punya Toko Pusat Oleh-Oleh Khas Sulawesi Tengah, yang jaraknya berdekatan dengan rumah produksi. “Hari ini kita lihat langsung, luar biasa ternyata produksi bawang goreng khas Sulteng ini, menjadi salah satu yang bisa ditonjolkan, bagian dari UMKM,” ucapnya.
Proses produksi, menurut dia, dari bahan mentah, hingga digoreng seluruhnya terbilang higienis. Kemasan atau packaging dari bawang goreng Sri Rejeki ini pun kata dia juga menarik. Dan yang digarisbawahi dari IKM Sri Rejeki, kata dia, ternyata juga memiliki keberpihakan kepada pelaku UMKM yang lain. “Karena yang dijual di Tokonya, tidak hanya bawang goreng Sri Rejeki saja, tapi ternyata berbagai produk khas Sulawesi Tengah dari sejumlah daerah ikut pula dijual,” kata Jerry.
Dia berharap, bawang goreng Sri Rejeki ini bisa tembus pasar ekspor. Untuk itu, pihaknya mencoba mendorong agar pelaku IKM, bisa menyesuaikan produk yang dijual dengan selera pasar luar. Mulai dari standarisasi produk, packaging serta pemasaran digital coba akan dibantu pihak Kemendag RI. “Kebetulan kami punya balai pelatihan ekspor, dan di daerah juga ternyata punya klinik ekspor, ini bisa dikongkritkan,” ungkap Wamendag.
Tertkait digitalisasi produk, Wamendag menyampaikan, bahwa Kementerian Perdagangan RI, ikut mendorong agar produk lokal bisa masuk ke berbagai market place. Keberpihakan pemerintah kepada IKM produk lokal kata dia, sangat besar. Hal itu ditunjukan lewat peraturan-peraturan yang membangkitkan IKM produk lokal. “Lewat aturan itu kita minta ritel-ritel yang ada juga menjual produk lokal atau khas suatu daerah, juga memberikan akses bagi produk lokal masuk ke berbagai market place,” jelasnya.
Selain peluang di pasar luar, Wamendag juga menyampaikan, segala peluang-peluang di pasar lokal juga harus dimaksimalkan. Menjawab pertanyaan terkait dengan kolaborasi, para pelaku UMKM Sulteng, di wilayah Kabupaten Morowali, yang saat ini banyak berdiri perusahaan tambang, sangat mungkin dilakukan kolaborasi. “Kami juga banyak membantu produk untuk dalam negeri, kita juga ada unit bina usaha pengembangan produk dalam negeri, ini bisa disinergikan dengan Pemda sebagai pemilik wilayah,” tandasnya.
Terpisah, Kadis Perindag Sulteng, Richard Djanggola menyampaikan, guna mendukung agar produk Sulawesi Tengah bisa menembus pasar ekspor, Pemerintah Provinsi sudah memiliki lembaga sertifikasi produk, yakni UPT Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (PSMB) di bawah Dinas Perindag Sulteng. Dengan adanya UPT ini, para pelaku UMKM di Sulawesi Tengah dapat terbantu mengurangi anggaran untuk sertifikasi produk mereka.
“Kalau dulu LSPro atau lembaga standar mutu hanya ada di Bogor, dan itu sangat besar ongkos yang harus dikeluarkan pelaku UMKM karena harus terbebani juga dengan biaya akomodasi. Tapi sekarang di Sulteng lewat UPT PSMB kita juga bisa melakukan pengujian, yang kemudian produk tersebut mendapatkan sertifikat SNI,” jelasnya.
Saat ini kata Richard, memang produk lokal Sulawesi Tengah yang telah berstandar nasional Indonesia, barulah bawang goreng. Dan produk bawang goreng dari Sri Rejeki sendiri, kini juga dalam proses pengujian mutu di PSMB, dan akan segera ber-SNI. “Pengujian di Sulteng ini sama dengan di Bogor. Karena kita tidak ingin produk kita tidak sesuai standar. Dan ketika sudah sesuai standar, ini juga menjadi salah satu penunjang produk itu bisa tembus pasar ekspor,” ungkap Kadis.
Dia pun mengakui, saat ini memang baru produk bawang goreng, yang bisa menjawab permintaan pasar dalam negeri. Untuk produk lain kata Richard, dari segi kualitas banyak dan tidak perlu diragukan, namun ketika pasar sudah terbuka dan permintaan banyak, masih mengalami kesulitan dalam hal bahan baku. “Contohnya kopi Sulteng, sudah dikenal dari kualitasnya, tapi begitu ada permintaan semisal 5 ton, pelaku UMKM kita kewalahan untuk menjawab permintaan tersebut,” ujarnya.
Sementara itu, Sri Astuti selaku pemilik UD Sri Rejeki, menyampaikan rasa terimakasihnya atas kunjungan dari Wamendag RI. Tidak hanya itu, dukungan dari Kemendag RI maupun Dinas Perindag Sulawesi Tengah, juga banyak memberikan manfaat untuk berkembangnya usaha Sri Rejeki. “Terimakasih kami ucapkan atas perhatian yang diberikan kepada kami sampai bisa seperti saat ini. Ini bentuk nyata hadirnya pemerintah memajukan para pelaku IKM di daerah,” jelasnya.
Dia pun berharap, pemerintah bisa terus mendampingi para pelaku UKM di Sulawesi Tengah, sehingga produk asli daerah ini, benar-benar bisa diterima, tidak hanya di pasar dalam negeri, namun juga luar negeri. Sebagai pelaku IKM, Sri Astuti juga menyampaikan, bahwa pihaknya tidak akan berhenti untuk meningkatkan kualitas produk.
Untuk diketahui, UD Sri Rejeki sendiri, sudah berdiri sejak 1997. Awalnya UKM ini memproduksi berbagai jenis abon. Seiring waktu, sekitar tahun 2000, mulai melirik bawang goreng, ketika melihat bawang merah asli Sulawesi Tengah yang berbeda dengan daerah lain, ketika digoreng. Kadar air yang rendah, menjadikan bawang merah Sulawesi Tengah renyah ketika dikonsumsi dan banyak digemari, tidak hanya di Sulawesi Tengah namun di luar daerah. Kini, di Pusat Oleh-oleh UD Sri Rejeki, telah dijual berbagai jenis produk, mulai dari abon, bawang goreng, sambal roa dan berbagai jenis panganan khas Sulteng lainnya. (agg)