BI: Asrul Berperan Munculnya Anggaran Rp 800 Juta///SUB
TOLITOLI-Merasa tidak bersalah, tersangka dugaan korupsi pengadaan Alkes tahun 2016, minta penyidik kejaksaan Negeri (Kejari) Tolitoli tetapkan mantan Kepala Badan Keuangan (BKD) Tolitoli Asrul Bantilan turut ditetapkan menjadi tersangka.
” Saya minta penyidik kejaksaan profesional dalam menangani kasus ini. Jika ditarik benang merahnya, seharusnya Asrul selaku kepala BKD saat itu (2016, red), juga harus jadi tersangka,” pinta mantan kepala dinas Kesehatan Bakri Idrus yang kini telah ditetapkan tersangka.
Alasan Bakri Idrus meminta mantan kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) turut ditetapkan menjadi tersangka, karena menduga, Asrul Bantilan cukup berperan sehingga terjadi kelebihan anggaran sebesar 800 juta meskipun besaran pembayaran pengadaan Alkes tahun 2016 telah lunas terbayar.
” Pengadaan Alkes di masa saya masih menjabat kepala dinas, setahu saya telah lunas terbayar, saya sama sekali tidak tau, setelah saya tidak menjabat, ternyata dianggarkan lagi sebesar 800 juta, dan berhasil dicairkan, harusnya dikejar, siapa yang menggarkan dan siapa saja yang mencairkan, mereka juga harus ditetapkan menjadi tersangka,” tegas Bakri Idrus.
Ia menjelaskan, pengadaan Alkes tahun 2016 untuk sejumlah PKM awalnya sebesar Rp.3,5 Miliar, kemudian ditengah proses pengadaan, BPK saat itu menemukan ketidak sesuaian harga, karena tidak mengacu pada e Katalog. Lantas BPK merekomendasikan kepada bupati melakukan revisi harga hingga kemudian terjadi perubahan harga menjadi 2,6 Miliar.
Bakri menguraikan, pengadaannya dilaksanakan tahun 2016, namun baru terbayarkan pada tahun 2017 sebesar 2 miliar, karena alasan keterbatasan anggaran tahun 2018 tidak terbayarkan dan kembali dianggarkan dan terbayar pada tahun 2019 sebesar 800 juta.
” Saat itu kami diwajibkan mengembalikan kelebihan pembayaran kurang lebih 200 juta, karena total kekurangan pembayaran sekitar 600 juta dari 2,6 miliar sesuai dengan ketetapan harga hasil perubahan harga sesuai rekomendasi BPK,” ungkap Bakri.
Masalahnya menurut Bakri tahun 2020 saat ia tidak lagi menjabat, tiba-tiba muncul lagi anggaran sebesar Rp 800 juta, dan berhasil dicairkan masuk ke rekening perusahaan.
” Siapa yang menganggarkan? Siapa yang mencairkan? Ini yang menjadi tanya besar. Kepala BKD saat itu dan siapa di dinas Kesehatan yang melakukan proses terbitnya SPM, serta perusahaan yang menerima anggaran tersebut, seharusnya diseret pula menjadi tersangka, karena merekalah biang kerok terjadinya kerugian negara,” tutur Bakri dengan nada sedikit emosi.
Untuk itu, ia meminta tim penyidik kejaksaan Negeri Tolitoli lebih profesional dalam menangani kasus ini. Ia meminta agar pihak yang seharusnya bertanggung jawab turut dijadikan tersangka.
Kepala Kejaksaan Negeri Tolitoli Albertinus P Napitupulu, SH., MH, dimintai keterangannya mengatakan, meski telah menetapkan dua orang tersangka yakni Bakri Idrus selaku mantan Kepala dinas Kesehatan dan Nuraeni selaku PPK saat itu, namun pihaknya masih terus mengembangkan penyidikan.
” Tim penyidik masih terus mengembangkan proses penyidikan, beberapa pejabat yang berhubungan dengan proyek tersebut, masih terus diperiksa, dari perkembangan ini nanti akan kami simpulkan, tidak menutup kemungkinan ada tersangka baru,” jelas Kajari Tolitoli.
Saat dimintai keterangan, Kajari juga membenarkan jika pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap Asrul Bantilan selaku mantan Kepala BKD yang kini menjabat sebagai Sekda Tolitoli sebanyak tiga kali.
” Kesimpulannya tergantung hasil pemeriksaan, apakah ada kaitan atau tidak, nanti kita tunggu hasilnya,” singkat Kajari kepada media ini.
Menanggapi masalah tersebut, kepada wartawan Sekda Tolitoli Asrul Bantilan menjelaskan, selaku kepala BKD waktu itu mengakui menerbitkan SP2D sebagai dasar pencarian dana Alkes dalam menindak lanjuti SPM yang diajukan oleh Dinas Kesehatan.
” Kepala Badan Keuangan juga berfungsi sebagai Bendahara umum Daerah, jadi tugas pokok dan fungsi adalah mencairkan anggaran jika secara administrasi dinyatakan lengkap, termasuk SPM yang diajukan oleh dinas kesehatan waktu, tidak ada alasan untuk tidak menerbitkan SP2D karena lengkap, salah kita kalo tidak mencairkan,” jawab Asrul ketika diminta keterangan.
Apalagi menurut Asrul, SPM yang diajukan Dinas kesehatan tersebut, telah melalui verifikasi secara ketat, mulai dari penelitian serta kelengkapan dokumen, sehingga secara administratif, Kasubdit pengelolaan Kas menerbitkan SP2D dan menyerahkan untuk ditandatanganinya.
Sementara keterangan terkait timbulnya anggaran sebesar 800 juta, Bondan selaku mantan Kabid Anggaran BKD Tolitoli saat ditemui wartawan mengatakan, teranggarkannya pembayaran lebih tersebut, karena masih mengacu pada nilai kontrak sebesar Rp 3,5 miliar.
Selain Kabid anggaran, Anjasmara selaku mantan Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan tahun 2020 dimintai keterangan menjelaskan, selain menandatangi persetujuan perubahan harga sesuai permintaan BKP, ia mengaku ia sama sekali tidak terlibat soal proses pengajuan SPM (Surat Perintah Membayar).
” Saya hanya bertanda tangan, pada surat persetujuan revisi harga, selain itu saya sama sekali tidak bertanda pada tangan proses terbitnya SPM, semuanya ditanda tangani oleh PPK yang juga selaku Kuasa Pengguna Anggaran pada proyek itu,” ungkapnya.(dni)