BANGKEP-Diawal Februari 2023 ini, sekelompok mahasiswa dan peneliti sedang berada di Kabupaten Banggai Kepulauan (Bangkep), Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), melakukan penelitian di bidang konservasi alam, kebudayaan, dan adat istiadat lokal. Penelitian itu merupakan hasil kerjasama antara Utrecht University dengan Universitas Indonesia (UI).
Kepada media ini, peneliti ekologi dari pusat riset perubahan iklim Universitas Indonesia (UI) Mochamad Indrawan, yang akrab disapa pak Didi, menjelaskan profil singkat para mahasiswa dan peneliti tersebut, yakni Annisa Triyanti ilmuwan dari Utrecht University, berlatar belakang Geografi, merupakan Asisten Profesor di Utrecht University. Pendidikannya sebelum ke Belanda berasal dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Dr. Annisa memiliki banyak riset di Indonesia.
“ Ini kerjasama penelitian, atau riset aksi keberlanjutan alam dan kebudayaan Bangkep. Dilaksanakan oleh Dr Annisa, dari Belanda langsung ke Bangkep, “ jelas Indrawan. Selain Annisa Triyanti dan Mochamad Indrawan, juga diperkuat oleh beberapa mahasiswa dan peneliti dari UI Fakultas Hukum S2, mahasiswa Trisakti S1 Hukum, dan mahasiswa Unhas S2 Antropologi.
Dijelaskan oleh Indrawan, bahwa kekayaan alam dan kebudayaan Bangkep ini sangat penting dan perlu untuk diteliti, serta dikaji oleh berbagai disiplin ilmu.
“Kami semua datang ke Bangkep untuk melihat dan meneliti apa keunikan dari alam dan kebudayaan Bangkep, “ ujar Mochamad Indrawan.
Pada kesempatan itu, Annisa menjelaskan fokus penelitiannya ingin belajar mengenai pengetahuan konservasi lingkungan berdasarkan pengetahuan dari masyarakat Bangkep.
“ Sebenarnya saya sebelumnya sudah banyak melakukan penelitian di Indonesia. Penelitian saya sebelumnya fokus pada daerah sub urban atau sekeliling wilayah kota. Nah untuk penelitian ini (Bangkep) merupakan salah satu inisiasi awal, “ ucapnya.
Menurutnya, penelitian awalnya melakukan identifikasi praktik-praktik konservasi alam yang ada di Bangkep. Kemudian potensi modal sosial masyarakat bersamaan dengan pengetahuan adat dan pengetahun lokalnya. Selanjutnya, melihat apa kira-kira potensi yang ada kalau kita lihat dari banyaknya peran dari aktor-aktor lain. Bukan hanya dari masyarakat lokal, tetapi juga dari pemerintah, peneliti untuk melihat potensi konservasi kedepan.
Aktifitas utamanya adalah belajar dari masyarakat, dengan melibatkan mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu. “ Kami ingin mengeksplorasi apa kira-kira peran penelitian, dan juga interaksi antara peneliti dengan masyarakat untuk kebaikan konservasi di masa depan, “ bebernya.
Intinya pertama, mengidentifikasi pengetahuan lokal, mempelajari masyarakat. Kedua, potensi interaksi antara peneliti dengan masyarakat, pemerintah selaku yang punya wewenang terkait hukum regional dan nasional. Tetapi juga bagaimana berinteraksi dengan hukum adat masyarakat.
Mengenai keunikan dan mengapa Bangkep menjadi fokus penelitian, disebutkan Annisa karena kekayaan alamnya, keunikan geografisnya, merasakan dampak-dampak prubahan iklim, perubahan sosial politik memengaruhi tantangan konservasi alam.
“ Kami sangat tertarik dengan budayanya. Ini pertama kali saya melakukan penelitian lapangan di Sulawesi melihat perbedaan sosial dan budaya. Betapa kayanya budaya masyarakat. Melihat dan meneliti keterikatan adat dan budaya masyarakat yang masih sangat ramah. Keterbukaan tentang belajar bersama dengan peneliti, “ paparnya.
Dalam meracik penelitiannya, referensi Annisa banyak membaca dan menganalisis tulisan-tulisan ilmiah dan proposal mahasiswa yang telah lebih dulu meneliti di Bangkep. Untuk pertama kalinya Dr Annisa meneliti di Kololomboi Bangkep.
“ Mereka meski sangat kental adatnya tetapi mereka mau belajar bersama. Hingga menghadirkan solusi dalam menghadapi tantangan yang ada di komunitas masyarakat adat. Diantaranya menjaga dan merawat konservasi alamnya, dan kesejahteraan masyarakat di masa depan, “ jelasnya .
Outputnya dibutuh planning yang strategis, yakni ekplorasi kerjasama dengan aktor-aktor lainnya untuk topik konservasi adat dan pengetahuan budaya masyarakat. Tetapi juga tidak mengekspose kemurnian adat. Tidak menutup masyarakat luar dari pembangunan, tetapi disisi lain pengetahuan adat ini harus dijaga kelestarian dan kemurniannya.
“ Jadi, bagaimana kira-kira menyeimbangkan kedua aspek ini. Apakah dibuka aksesnya untuk turisme ataukah dibuka untuk keseimbangan ekosistem. Tidak dibuka untuk umum, tetapi hanya yang tertarik dengan konservasi alam, “ tambahnya.
Dr. Mochamad Indrawan, selaku peneliti yang cukup lama berada di Bangkep, menambahkan mengenai adanya dinamika dalam merawat dan menjaga kebudayaan lokal Bangkep disebutkan selalu ada. Dikatakannya, soal gegar budaya itu pasti ada. Dia sangat merasakan itu.
Sementara itu, Bupati Bangkep Ihsan Basir, SH., LLM, kepada media ini menyampaikan harapan-harapannya dari hasil penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa dan peneliti yang terintegrasi. Dia menjelaskan kebijakan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bangkep terhadap konservasi alam dan menjaga kekayaan adat.
Dikatakan Bupati dalam beberapa kegiatan yang dilakukan, pemerintah selalu mendukung hal-hal yang terkait konservasi, baik dari sisi alam maupun budaya. Bahkan dalam beberapa kegiatan pemerintah daerah selalu dilandasi dengan budaya.
“Salah satu contohnya adalah ritual keberadaaan ubi Banggai, yang menjadi icon daerah. Kami sedang mengembangkan pola marketing wisata yang dikemas dari ritual budaya ubi Banggai. Kemudian kita viralkan, dan konsep ini kita masukan ke Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), “ katanya, memberi contoh.
Dikatakannya, Pemkab sedang mengembangkan tari ubi Banggai, mengeksplore sebuah keunikan dan keunggulan dari daerah Bangkep. Ini merupakan langkah-langkah yang diambil pemerintah daerah untuk menguatkan konservasi. Dalam rangka menguatkan tiga kebijakan Pemkab yakni bidang pariwisata, pertanian, dan kekayaan di bidang kelautan yaitu perikanan.
“ Untuk kegiatan pariwisata, kami melaksanakan program melestarikan bahasa daerah Banggai, yang diwujudkan dalam konsep “Kami Bangga Menjadi Anak Pulau” kegiatannya ada di tingkat SD dan SMP. Selanjutnya untuk perikanan, yaitu lomba menolak makan ikan hasil dari pemboman ikan yang masih marak terjadi di daerah kami ini, “ ungkap Bupati.
Menurut Bupati, programnya dijalankan melalui pendekatan edukatif yang masuk ke sekolah-sekolah dihubungkan dengan host family, yakni semacam wisata belajar dari pukul 08.00 sampai pukul 16.00 WITA.
“ Pada bulan Agustus nanti kita akan realisasikan semua konsep ini, dan akan dibuatkan SKS khusus seiring dengan program konservasi wisata. Bila kawan-kawan peneliti sudah masuk di daerah kami melakukan penelitiannya, kami membuka diri dan siap bekerjasama dengan Utrecht dan perguruan tinggi lainnya, “ pungkas Bupati.(mch)