19 April 2025
30.5 C
Palu

Menengok Budaya Toleransi Saat Buka Puasa Bersama di Masjid Agung Baiturrahim Lolu, FKUB Sulteng : Semua Agama Mengajarkan  Kepedulian kepada Manusia Ciptaan Tuhan

Must read

Ada hal menarik di Masjid Agung Baiturrahim Lolu.  Bukan bangunan rumah ibadahnya, bukan juga baruga yang mendiami utara bangunan, atau lokasi masjid yang berbagi dengan salah satu sekolah Paud. Melainkan budaya toleransi yang begitu kukuh terbangun di Masjid Baiturrahim Palu.

LAPORAN : Ade Safitri

SUASANA sore itu, begitu hening saat Radar Sulteng menyambangi Masjid Agung Baiturrahim Palu pada Rabu (19/3/2025) lalu. Masjid yang terletak di Jalan Masjid Raya, Kelurahan Lolu Utara.

Begitu memasuki pintu depan di sisi kiri masjid, media ini berhenti di meja yang terdapat papan bertuliskan Panitia Zakat.

Di sana seorang pria mengarahkan untuk ke halaman samping Masjid setelah mengetahui tujuan kedatangan Radar Sulteng. Gegas Tim Radar Sulteng menuju arah yang ditunjuk.

Terlihat teras di sisi kanan masjid masih tampak sepi meski air kemasan gelas sudah tertata rapi di sepanjang teras. Wajar, saat itu masih pukul 17.00 WITA.

Tepat di depan teras, berdiri tenda dan meja panjang berisi minuman segar, pun air kemasan gelas turut disusun di sana. Beberapa Pengurus Masjid dan Panitia yang disebut Remaja Masjid terlihat berlalu lalang.

Ada yang menata air minum, ada pula yang sekadar duduk di bawah tenda minuman. Radar Sulteng pun dibawa salah satu Pengurus memasuki ruang perlengkapan di sudut kiri masjid.

Di sana, disambut hangat oleh ibu-ibu pengurus konsumsi. Mereka duduk lesehan di lantai. Tangan para perempuan itu sibuk menata kue ke piring-piring plastik.

Tidak butuh waktu lama Radar Sulteng dapat bercengkerama hangat dengan para ibu-ibu yang menjadi sukarelawan di bulan Ramadan ini.

Saat berbincang, Reni, salah seorang panitia konsumsi bercerita bagaimana budaya toleransi non-muslim di sana masih bertahan.

“Masih ada! Kemarin baru datang 250 dus yang dari Palu Mitra Utama (PMU),” kenangnya.

Wanita yang namanya masuk struktur kepengurusan masjid sebagai Pemandi Jenazah khusus perempuan itu berkisah pengalamannya selama melewati lebih dari 10 Ramadan.

Dia dan beberapa teman sejawatnya setia menjadi Panitia yang mengurusi konsumsi berbuka puasa. Kata dia, budaya sedekah dari non-muslim ini sudah lama hidup.

Para donatur seolah merawat kebiasaan mulia itu. Salah satunya PMU yang konsisten berbagi setiap tahunnya tepat di 17 Ramadan.

Selain itu, toko-toko dan Apotek di sekitar masjid juga tidak mau ketinggalan. Para pemilik usaha tersebut mayoritas etnis Tionghoa.

“Dia (PMU, read) pasti 17 Ramadan itu dia berbagi. Apotek di depan yang non-muslim, Toko Miki, yang elektronik itu … (toko, read) Tiara. Tetap anak buahnya datang bawa, ini dari Ci, ini dari Ko,” tandas Reni (48).

Seringnya, para karyawan toko diutus mendatangi masjid usai salat Asar. Takjil yang dibawakan berupa kue dan sudah dikemas dalam dus.

Hari berbagi toko-toko ini tidak menentu. Namun, konstan dilakukan. Reni berharap budaya ini tetap dijaga agar masyarakat muslim dan non-muslim tetap memperkukuh solidaritas.

Budaya toleransi ini juga dibenarkan oleh Imam Utama sekaligus Ketua Pengurus Masjid Baiturrahim Palu Idris Lamatoro Alaydrus.

“Dari malam ketujuh Ramadan, itu ada dari Yamaha. Mereka gabung itu, dari non-muslim juga ada,” tuturnya (62).

Kata lelaki itu, budaya berkesan ini sudah ada sebelum gempa, diperkirakan sejak tahun 2018. Bahkan, sebelum gempa Palu terjadi pada November 2018 silam, masyarakat yang berbagi takjil didominasi oleh kaum non-muslim.

Idris mengenang, Toko Star Utama yang kerap membagikan takjil ke Masjid di masa itu. Lelaki bersorban putih dengan tatapan teduhnya mengatakan, menu berbuka yang disedekahkan be-rupa kue, minuman, dan nasi kotak.

Dia berharap, budaya toleransi dan berbagi ini lebih ditingkatkan dan masjid akan tetap menerima selama makanan yang dibagikan terjamin kehalalannya.

Selain sumbangsih dari masyarakat muslim dan non-musim, Masjid Baiturrahim Palu juga menyiapkan takjilnya secara mandiri. Setiap harinya disediakan 250-300 kue, sirup, teh hangat, dan air mineral kemasan gelas.

Sembari bercerita, Radar Sulteng mencoba ikut meletakkan kue ke piring dan menatanya di teras masjid.

Tidak lama kemudian, teras mulai dipenuhi jamaah. Di sisi kiri diisi jamaah perempuan, sisi kanan dan baruga dipenuhi jamaah laki-laki, sedangkan anak-anak duduk tidak jauh dari tempat mengambil wudhu. Suasana semakin menyenangkan dengan suara canda tawa anak-anak itu.

Saat mendekati waktu berbuka, suara candaan dan obrolan berubah menjadi lirihan zikir. Begitu imam masjid menuntun jamaah membaca doa berbuka, atmosfer terasa hening dan damai.

Setelahnya, jamaah berbondong-bondong salat berjamaah. Tidak berhenti di sana, usai salat Magrib, jamaah disuguhi makanan prasmanan dari salah satu katering yang konsisten berbagi setiap hari Jumat.

Terpisah, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palu Prof Zainal Abidin mengungkapkan, tentu perbuatan seperti ini adalah perbuatan yang sangat baik dan positif sekali karena ada saudara – saudara dari yang non muslim memiliki perhatian serta memberikan dukungan terhadap saudaranya muslim yang sedang melakukan kegiatan ibadah.

“Walaupun mereka sendiri berbeda cara ibadahnya, walaupun mereka berbeda agama tetapi ada perhatian, ada rasa solidaritas,” kata Zainal Abidin.

Menurut Prof Zainal Abidin memang solidaritas ini bagian dari ajaran-ajaran agama, artinya semua agama juga mengajarkan bagaimana memberikan perhatian, kepedulian, kepada manusia ciptaan tuhan yang maha kuasa.

“Saya kira di satu sisi bagian dari rasa solidaritas yang tinggi, hubungan yang baik antar umat beragama sekaligus juga mereka bisa saja mengamalkan ajaran agamanya untuk memberikan perhatian dan bantuan sesama manusia ciptaan Tuhan,” lanjut Zainal Abidin.

Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sulteng ini juga menambahkan, bahwa hal-hal seperti ini sangat positif apalagi kalau dilihat dari aspek kerukunan antar umat beragama, dan FKUB sangat mendukung aktivitas dan kegiatan seperti itu, sesuai dengan tagline FKUB bahagia ramadan dan ramadan bahagia.

Artinya kata mantan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Palu ini bahwa pelaksanaan ibadah ramadan itu bukan hanya menjadi kebahagiaan umat Islam, tetapi juga umat beragama lain merasa bahagia dengan melihat saudaranya berbahagia.

“Salah satu bentuknya adalah memberikan perhatian, dukungan dan bergembira lewat pemberian takjil buka puasa kepada saudara-saudaranya yang sedang beribadah dan berbahagia,” tutupnya.(*)

 

 

-IKLAN-spot_img

Latest article

More articles

WeCreativez WhatsApp Support
Silahkan hubungi kami disini kami akan melayani anda 24 Jam!!