PALU – Sebanyak 25 sampel pangan diuji saat Balai Pengawasan Obat dan Makanan (POM) di Palu melakukan pengawasan pangan buka puasa atau takjil di seputaran Pasar Inpres Manonda, Kamis (5/4). Dan dari 25 sampel yang diuji, seluruhnya dinyatakan bebas bahaya kimia seperti rhodamin b, methanyl yellow, boraks, dan formalin.
“Iya untuk hasil di Pasar Inpres Manonda, ada 25 sampel kita uji semuanya tidak ditemukan mengandung bahaya kimia,” kata Kepala Balai POM di Palu, Agus Riyanto, kepada Radar Sulteng, kemarin (5/4).
Dia mengatakan bahwa intensifikasi pengawasan makanan di bulan Ramadan khususnya untuk penjualan takjil ini dilakukan rutin saat bulan Ramadan, karena pihaknya harus memastikan takjil yang dijual aman agar supaya tidak ada masyarakat yang nantinya setelah mengkonsumsi takjil yang dijajakan ini mengalami gangguan kesehatan.
“Bagaimana caranya, ya salah satunya dengan ini kita melakukan uji cepat dengan rapid test kit di dalam mobil laboratorium milik Balai POM,” kata Agus Riyanto.
Intensifikasi takjil ini sudah dilakukan pada 23 Maret pada awal puasa di dua lokasi yakni di Pusat Takjil di Wali Kota dan di Jalan Kartini, di tahap pertama ini diuji sebanyak 60 sampel, dari 60 sampel itu dinyatakan aman, artinya tidak mengandung bahan berbahaya yang selama ini digunakan. Selanjutnya di tanggal 31 Maret 2023 tepatnya di penjual takjil Pasar Tua, di lokasi itu dilakukan sampling dan pengujian terhadap 37 sampel dan hasilnya dinyatakan aman.
“Jadi bahan berbahaya di sini yang kami uji ada empat macam, yang pertama rhodamin B atau pewarna tekstil, kemudian methanyl yellow juga pewarna tekstil sedangkan dua yang lain adalah formalin dan boraks, nah ini zat kimia berbahaya yang secara nasional yang sering ditemukan, ditambahkan, disalahgunakan di dalam makanan. Tetapi alhamdullillah dari 97 sampel yang sejauh ini kita uji tidak kita temukan,” jelasnya.
Lanjut Agus Riyanto, petugasnya akan terlebih dahulu membeli jajanan buka puasa atau takjil yang diperjualbelikan, kemudian akan diuji. Yang diuji tidak semua makanan, tetapi dari pengalaman pihaknya bahwa makanan-makanan yang terpilih untuk dilakukan pengujian ini biasanya banyak ditambahkan bahan berbahaya. “Paling hanya butuh 3 sampai 5 menit sudah dapat hasilnya,” jelasnya.
Masih kata Agus, jika memang ada temuan nantinya pihaknya akan mengupayakan pembinaan terlebih dahulu dan melakukan pendekatan secara persuasif. Namun menurutnya itu semua tergantung dari kasus yang ditemukan seperti apa.
“Kalau kita temukan formalin besok-besok kita minta jangan dipakai lagi, demikian juga ditemukan boraks, rhodamin b atau methanyl yellow, karena itu bahan-bahan yang tidak boleh ditambahkan di dalam makanan,” sebutnya.(acm)