PALU – Puluhan warga yang mengklaim sebagai pemilik lahan tanaman Jarak di Kelurahan Poboya mempertanyakan terbitnya Sertifikat Hak Milik (SHM) miliki mantan Kapolda Sulteng Dewa Parsana dan beberapa pemilik SHM lainnya di lahan kaplingan milik mereka.
Ketua tim kelompok tani tanaman Jarak, Isran mengungkapkan, awalnya oleh pemerintah terbentuk dua kelompok petani tanaman Jarak pada tahun 2000 ditindaklanjuti dengan pembagian lahan sampai tahun 2002, yang masing-masing mendapatkan pembagian lahan di Poboya untuk dua kelompok.
Satu kelompok merupakan bagian atas merupakan pembagian lahan dari timnya. Sementara kelompok satunya lagi di bagian bawah merupakan kelompok pembangian lahan dari mantan Ketua Adat Poboya alm. Ali Djaluddin. “Jadi saya tahu semua kepemilikan lahan untuk tanaman Jarak baik di atas maupun di bawah karena satu keluarga semua,” ungkapnya, Kamis (23/2/2023).
Menurutnya setiap kelompok yang memiliki lahan tanaman Jarak itu ada 50 orang, dengan ukuran bervariasi di antaranya ada yang ukuran 20 x 40 meter dan ada yang ukuran 50 x 50 meter per orang. “Inilah dasar kita berdasarkan nama-nama pemilik lahan,” ujarnya sembari menunjukkan kertas nama-nama pemilik lahan yang ditandatangani dan cap mantan Lurah Poboya.
Dengan adanya kepemilikan SHM tersebut, masyarakat berpikir lahan warga itu seolah-olah dijual ke pemilik sertifikat Dewa Parsana dan beberapa warga lainnya. Hal ditegaskannya, warga Poboya sebagai pemilik lahan tanaman Jarak tidak pernah menjual lahan itu kepada siapapun, termasuk kepada para pemilik SHM. “Kami sebagai warga pemilik lahan meminta kepada BPN agar meninjau kembali penerbitan kepemilikan sertifikat-sertifikat tersebut,” jelasnya.
Ditambahkannya, dalam waktu dekat warga pemilik lahan kembali akan melakukan aksi lanjutan di lokasi lahan-lahan milik warga. “Aksi lanjutan di lokasi lahan kami berupa pembersihan lahan dan kami berharap ada semacam duduk bersama. Apakah dari pak Dewa atau dari timnya yang datang, kita akan jelaskan. Supaya ada titik temunya,” pungkasnya.
Tepat di lokasi miliki mantan Kapolda Sulteng Dewa Parsana itu yang luasnya sekitar 3 sampai 4 hektar itulah lahan-lahan yang dimiliki warga dimana sebelumnya dikelola warga untuk program pemerintah penanaman Jarak. Bahkan pemilik lahan yang kini diterbitkan SHM oleh BPN tidak pernah ada yang melakukan pembebasan atau menjual tahan tersebut kepada pemilik SHM di antarannya mantan Kapolda Sulteng dan beberapa pemilik SHM lainnya. “Jadi saat itu lahan-lahan warga ini belum dibuatkan sertifikat karena memang kondisi warga saat itu belum memiliki dana untuk mengurus sertifikat. Tiba-tiba kami mendapatkan informasi bahwa lahan-lahan warga itu sudah memiliki sertifikat bukan atas nama-nama warga,” tandasnya.
Dikonfirmasi Radar Sulteng akhir pekan lalu, Dewa Parsana menjelaskan, berkaitan tuntutan warga untuk pembatalan sertifikat tanah jangan di salah persepsikan. Lahan yang dimilikinya dengan beberapa warga bukan lahan tambang emas yang luas. “Lahan berupa kapling-kapling untuk perumahan masyarakat yang didalamnya ada saya, anggota polisi, dan masyarakat, yang luasnya bervariasi berkisar,150 m, 200 m, 300 m ada yang 500 m,” jelasnya.
Menurut Dewa Parsana, sertifikat kapling tersebut sudah keluar sejak tahun 2012. Tentang historis keluarnya sertifikat sudah mengikuti prosudur dari BPN dan untuk, lebih jelasnya terkait penerbitan setifikat bisa dijelaskan oleh BPN.
Sejak keluarnya sertifikat telah diketahui oleh warga lingkungan setempat, karena lahannya telah dirapikan oleh pemiliknya dan telah diberi batas-batas kapling dengan kayu jawa dan patok-patok kapling, sejak itu sampai sekarang tidak pernah ada masalah.
Diberitakan sebelumnya sejumlah warga Poboya, Kota Palu, Sulawesi Tengah yang tergabung dalam Sanak Pribumi Poboya berunjukrasa di Kantor ATR/BPN Kota Palu di Jalan Kartini, Senin 13 Februari 2023.
Aksi Sanak Pribumi Poboya dipimpin koordinator lapangan Moh Rifal Tajwid dan Jenderal Lapang, A Rafiq J Yatumeja diikuti sebanyak 40 orang.
Rifal Tajwid dalam orasinya, mempertanyakan penerbitan sertifikat hak milik (SHM) bernomor 00266 tanggal18 Februari 2013, SHM bernomor 00935 tanggal 30 September 2019 dan SHM bernomor 00946 tanggal 30 Desember 2019 atas nama Drs Made Dewa Parsana.
Berikutnya, SHM bernomor 00256 tanggal 21 September 2012 dan SHM bernomor 00255 tanggal 21 September 2012 atas nama Muhammad Rusman SH MH dalam somasi yang disampaikan Drs Made Dewa Parsana dan Muhammad Rusman SH MH kepada PT Citra Palu Minerals (CPM), 7 Februari 2023.
“BPN Kota Palu meninjau kembali alas hak penerbitan sertifikat ditinjau dari keberadaan pemilik hak tanah ulayat,” kata Rifal Tajwid dalam orasinya kala itu. (ron)