“Sama-sama pegang sekop, tenaga kerja asing dan tenaga kerja lokal, tapi gajinya berbeda jauh.” Anggota DPRD Morut, Yaristan Palesa.
PALU – Keberadaan perusahaan Gunbuster Nickel Industri (GNI) di Morowali Utara (Morut) pasca rusuh antar tenaga kerja yang dipicu tuntutan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau pekerja lokal dinilai tak kunjung memberikan perubahan dari tuntutan TKI.
Anggota DPRD Morut, Yaristan Palesa. SH menilai, kesenjangan upah antara Tenaga Kerja Asing (TKI) atau pekerja asing dan pekerja lokal terpaut jauh. Padahal porsi dan posisi tenaga kerja lokal dan tenaga kerja asing, sama-sama di posisi pekerja kasar bukan tenaga teknis.
Tapi upahnya jauh berbeda. “Kalau tenaga kerja lokal yang bagian kerja kasar istilahnya pegang sekop upahnya itu kira-kira di kisaran tiga jutaan. Sementara pekerja asing asal Cina itu informasinya sampai puluhan juta bisa sampai empat puluhan jutaan. Padahal sama-sama kerjanya pegang sekop,” ujarnya saat berada di Kota Palu, Selasa malam (28/2/2023).
Yaristan Palesa menilai, perhatian terhadap tenaga kerja lokal khususnya tenaga kerja asal Morut belum menjadi prioritas perhatian dari pihak GNI maupun pemerintah daerah. Dicontohkannya, salah satu tuntutan TKI terkait upah dan posisi kerja.
Hingga saat ini pekerja lokal warga asal Morut belum ada yang ditempatkan diposisi sebagai pengawas, masih sebatas tenaga kerja di bagian pekerjaan kasar. “Itu istilahnya tenaga kerja lokal yang orang asli Morut masih di level helm kuning, yang di level helm putih atau pengawas hanya secuil. Jadi dari segi upah yah orang lokal hanya mendapatkan upah pekerja kasar,” tandasnya.
Ketika ditanya, penjelasan pemerintah bahwa tenaga kerja lokal bekerja di bagian pekerjaan produksi atau pekerja kasar karena dari segi kompetensi belum memenuhi, sehingga upah yang diterima juga sesuai dengan kompetensi yang dimiliki.
Berbeda dengan tenaga kerja asing mereka bekerja di level tenaga teknis, karena mereka memang didatangkan untuk dibidang teknis, misalnya operator mesin dan bukan pekerja kasar?
Politisi Partai Golkar itu dengan tegas mengatakan, banyak pekerja asing di GNI itu juga pekerjaannya sama dengan pekerja lokal sebagai pekerja kasar, tapi upah mereka terpaut jauh. “Sama-sama pegang sekop, tenaga kerja asing dan tenaga kerja lokal tapi gajinya berbeda jauh,” tegasnya.
Selain itu, lanjut Yaristan, soal K3 atau Keselamatan dan Kesehatan Kerja juga belum menjadi atensi dari pihak PT GNI maupun pemerintah sebagai bagian dari pengawasan perusahaan. Hal itu dibuktikan kecelakaan kerja masih saja terjadi di dalam lingkungan perusahaan GNI.
“Baru-baru ini ada lagi karyawan GNI alami kecelakaan kerja yang terbakar di bagian bawa perutnya bagian selangkangan. Jadi menurut saya belum ada upaya perbaikan dari tuntutan pekerja yang berbuntut panjang hingga terjadi bentrok antar pekerja lokal dan pekerja asing,” tukasnya.
Keterangan dari pihak PT. GNI belum berhasil didapatkan Radar Sulteng. PT GNI diketahui sangat tertutup untuk dikonfirmasi media termasuk Radar Sulteng, sejak dari peristiwa bentrok TKA dan TKI PT GNI beberapa waktu lalu pihak PT GNI tidak ada sama sekali memberikan keterangan kepada wartawan.
Bahkan beberapa kali Radar Sulteng mencoba mengkonfirmasi melalui HRD menjawab semua kewenangan berada di pusat pihak GNI di Morut tidak berwenang memberikan keterangan.
Terjadi Penyerobotan Lahan Warga
Selain itu, Yaristan juga menyoroti adanya pembebasan lahan di desa Mondowe, Kecamatan Petasia Barat, Kabupaten Morut, yang tidak ada proses sosialisasi yang melibatkan sejumlah pihak, dan penerbitan Surat Keterangan Tanah (SKT).
“Hal ini telah membuat keresahan di masyarakat, karena proses penyerobotan lahan tidak melibatkan warga, pemerintah desa, tim lahan pemda, maupuan kepada DPRD. Pihak perusahaan ini akan menimbulkan masalah baru terhadap warga,” ujarnya.
Seperti diketahui sekitar 151 hektare lahan di desa Mondowe, kecamatan Petasia Barat kabupaten Morowali Utara (Morut) masuk IUP perusahaan tambang CV. Warsita Karya yang sudah dianggap menyerobot tanah warga. “Ini sementara kami perjuangkan bersama warga untuk mendapat kejelasan hak-hak dari warga yang lahannya disebut diserobot oleh CV. Warsita Karta,” pungkasnya. (ron)