DIBONGKAR : SaIah satu bilik Hutara di Kelurahan Lanyana Indah mulai dibongkar, Sabtu (7/1) kemarin sore. (FOTO. TASWIN).
PALU – Hampir seratusan penyintas korban bencana alam 28 September 2018 yang mendiami Hunian Sementara (Huntara) di Dupa Indah Kelurahan Layana Indah, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (7/1/2023), “dipaksa” pindah dari lokasi Huntara.
Pasalnya masa pinjam pakai dengan pemilik lahan telah berakhir. Para penyintas disana pun, terpaksa harus mencari tempat tinggal lain, bahkan ada yang memilih masih bertahan dan menumpang dibilik Huntara yang kebetulan sudah ditinggal penghuninya yang telah mendapatkan Huntap.
Ditemui Radar Sulteng, Ketua Forum Penyintas Layana, Abdul Aziz mengatakan pembongkaran itu sudah yang kedua kalinya setelah sebelumnya pembongkaran juga dilakukan pada bulan Desember 2022 yang lalu. “Periode pertama Blok 2 dibongkar, kemudian hari ini blok 3. Berikutnya ini dbongkar secara bertahap sesuai dengan kedatangan yang punya tanah. Karena ini sudah selesai kontrak pakainya, hanya dua tahun saja tapi ini sudah jalan empat tahun,” tutur Aziz.
Terkait nasib para penyintas disana, Aziz mengaku sudah melakukan segala upaya, salah satunya menemui Wali Kota Palu, H Hadianto Rasyid SE, dan disarankan untuk pindah ke Huntara Mamboro, namun katanya setelah ditelusuri rupanya Huntara Mamboro full. Hingga saat ini, lanjut Aziz belum ada solusi yang diberikan pemerintah daerah untuk penyintas disana. Pembongkaran itu juga kata Aziz tidak sesuai dengan pemberitahuan.
Yang akan dibongkar pada tanggal 20 Januari 2023, namun tanggal 7 Januari 2023 sudah dibongkar, sehingga beberapa penghuni Huntara hanya memindahkan barangnya di luar bilik huntara.
“Penyintas sudah kebingungan mau kemana. Bahkan kita berpikir mau ba tenda, cuman kan kita hargai juga ini Pemkot lagi masa penilaian Adipura, kalau ada tenda-tenda kan tidak bagus juga dilihat, jadi kita menjaga itu,” bebernya.
Aziz menyebutkan di Huntara Layana Indah masih tersisa 80 kepala keluarga penyintas korban bencana alam. Sebagian besar kata dia, para penyintas disana tidak memiliki alas hak tanah. Sehingga dia dan beberapa penyitas berharap ada solusi yang tepat bagi mereka agar bisa tinggal dengan layak.
“Itu sudah kita mau menghadap minta solusi, kita minta tolong sama pak wali kota. Jadi waktu itu juga wali kota bilang mereka tidak ada lahan, jadi hanya bisa dibantu dengan dua programnya, yaitu pembangunan rumah baru dana 50 juta, atau program bedah rumah,” ungkapnya.
Selain itu, Aziz juga membeberkan Huntara yang dihuninya selama 4 tahun silam ini kini sudah tidak layak ditinggali karena sejumlah lantai dan dinding mulai kropos. Untuk itu, guna memastikan nasib mereka seperti apa, Senin mendatang Forum Penyintas Layana kembali akan menghadap ke pemerintah daerah untuk dibantu mencarikan solusi.
“Sebenarnya ini sudah tidak layak huni, cuma kami tidak ada pilihan lain mau tinggal dimana lagi,” pungkasnya. (win)