Minta Kepastian Hukum dan Tetapkan Tersangka
TOLITOLI – Lokasi penambangan ilegal sungai Tabong di Desa Kokobuka, Kecamatan Tiloan, Kabupaten Buol, Sulteng kini kembali beroperasi.
Berdasarkan informasi yang dihimpun media ini disebutkan bahwa ada sejumlah orang dengan menggunakan alat berat ekskavator tengah menggarap lokasi penambangan emas ilegal di Sungai Tabong, yang sebelumnya pernah ditertibkan oleh Polda Sulteng.
Sebelumnya dalam sebuah operasi, Polda Sulteng bekerjasama dengan Polres Buol dan Polres Tolitoli telah menyita 14 unit ekskavator. Barang bukti aktivitas PETI inipun diamankan di Mako Polda Sulteng di Kota Palu, maupun diamankan di Mako Polres Buol dan Mako Polres Tolitoli. Walaupun barang bukti sudah ditemukan, namun tak ada satupun tersangka dari peristiwa ini.
Menyikapi “tenggelamnya” penyidikan aktivitas PETI ini oleh aparat penegak hukum (APH), dimana hingga kini perkara yang sempat menghebohkan masyarakat namun tidak pernah naik sampai ke pengadilan untuk mencapai sebuah kepastian hukum, salah satu tokoh masyarakat Buol, Djoni Hatimura, yang sangat vokal mengkritisi mandegnya pengusutan kasus ini.
“Oh nasib negeriku, harta karun dirampok, dijarah secara ilegal. Belasan alat berat disita dan sekarang berada di tangan Polda Sulteng, tapi kasusnya terhenti, dengan alasan tidak cukup dua alat bukti, “ kata Djoni.
Menurut Djoni, 14 ekskavator di sungai Tabong telah porakporanda. Bahwa masyarakat yang ikut serta menambang, serta pelapor telah mengungkap kasus ini. Tetapi mengapa dikatakan belum cukup bukti.
“Itu 14 biji ekskavator, ada penambangnya, ada pelapornya. Kok dibilang tidak cukup bukti, “ tanya mantan anggota DPRD Kabupaten Buol ini.
“ Sedangkan hukum formilnya ada Undang-undang Lingkungan Hidup, ada Undang-undang Nomor 41 tentang Kerusakan Hutan, ada Undang-undang Amdal dan ada Undang-undang Pertambangan yang mengatur tentang Izin Pertambangan, dll. Tapi rakyat tak berdaya. Oh negriku, kau adalah nona cantik yang sering diperlakukan gak wajar dan semestinya. Semoga esok hadir pemimpin yang amanah menghuni punggungmu dan mempercantik rupa dan wajahmu, aaamiin, “ ucap Djoni.
Pantauan media ini, aktivitas PETI kembali marak. Sebuah sumber yang identitasnya dirahasiakan, mengatakan, pelaku penambangan ilegal kali ini baru pertama kali masuk ke lokasi PETI Sungai Tabong.
“ Mereka orang baru. Bukan pemain lama yang ekskavatornya sudah disita polisi. Ada dari Palopo, Makassar, dan dari pulau Jawa. Yang jelas bukan orang dari Buol atau dari Tolitoli. Alat-alatnya juga baru,’’ ungkapnya.
Sumber ini beberapa kali menyusup, dan harus berganti identitas agar tidak diketahui oleh pemilik modal atau cukong dan pekerja lainnya. Yah saya masuk dengan ganti nama. Kalau pakai nama asli ketahuan saya,’’beber sumber ini.
“Mereka sudah pernah melakukan kegiatan di lokasi Kokobuka di wilayah Kabupaten Buol. Perkiraan sekitar 15 km dari Kokobuka, karena hasilnya kurang,’’ tambah sumber, Selasa (17/01/2023).
Dia memaparkan lebih jauh mengenai kekuatan penambang ini. Alat beratnya adalah ekskavator untuk mengeruk material telah diangkut menuju lokasi dari arah Desa Salusu Pande, Kecamatan Lampasio, Kabupaten Tolitoli.
“Mengapa dari Tolitoli? Karena jika dari arah Desa Kokobuka, Kabupaten Buol menuju ke lokasi Sungai Tabong tidak dapat diakses,” ulasnya.
Akses itu harus melewati hutan belantara dan tanjakan yang cukup terjal. Mereka menganggap jalur tersebut sangat berbahaya. Hingga harus merubah rute atau jalur menuju lokasi.
“Mess mereka ada di depan kantor Camat Baolan, bahkan alat berat yang diangkut ke lokasi juga mendapat pengawalan dari oknum aparat keamanan,” kata sumber.
Dikatakannya, untuk menuju ke lokasi tambang ilegal di Sungai Tabong jalur satu-satu yang dilintasi adalah jalur perusahaan kayu milik PT Pitu Lempa di sekitar Desa Salusu Pende. Alat berat berupa eksavator yang diangkut hanya bisa melintas di jalur itu. Nah, jalur inilah yang dipakai menuju kawasan Sungai Tabong.
Sementara itu, Kepala Desa (Kades) Janja, Kecamatan Lampasio, H. Mihra yang dihubungi belum lama ini membenarkan kalau di desanya merupakan jalur yang paling singkat menuju lokasi tambang sungai Tabong. Bahkan kata dia, BBM jenis solar juga diangkut menggunakan perahu mesin tempel milik warga.
“Beberapa bulan lalu ada juga yang angkut solar lewat sini, tapi kabarnya mereka sudah angkat kaki karena merasa ada yang ganggu, mungkin ada kelompok baru lagi yang datang dari Buol. Semacam ada persaingan begitu,” ungkapnya.
Dijelaskannya, Desa Janja adalah jalur yang dimungkinkan paling strategis untuk dilintasi menuju ke lokasi Sungai Tabong. Selain jangkauan yang dekat juga waktu perjalanan tidak terlalu lama sudah tiba di lokasi.
Menanggapi kembali beraktivitasnya PETI di Sungai Tabong, salah seorang tokoh muda Tolitoli, Abd. Razak, SH, MH yang juga mantan ketua Lembaga Bantuan Hukum Sulawesi Tengah (LBH Sulteng) mengatakan, berdasarkan informasi tersebut dimana kembalinya aktifitas PETI Sungai Tabong yang akan berdampak pada kerusakan lingkungan dan menyebabkan kerugian negara itu, maka wajib bagi polisi untuk melakukan tindakan tegas terhadap pelaku.
“Informasinya begitu, kami juga dapat laporan dari warga adanya aktifitas kembali di Sungai Tabong itu, padahal Polda Sulteng sebelumnya sudah melakukan penertiban. Olehnya, kami minta Polda Sulteng segera tangkap pelaku PETI Sungai Tabong. Jangan dibiarkan berlama-lama, ini saatnya, ” tegasnya.
Kata Razak, berdasarkan informasi yang didapatkannya, pelaku tambang ilegal kali ini berasal dari Kabupaten Buol sendiri dimana kata dia melibatkan salah seorang yang cukup dikenal di daerah tersebut. Selain itu, dia juga menyayangkan terkait dugaan adanya bekingan dari oknum aparat sekitar.
“Infonya yang main di PETI Sungai Tabong itu orang yang sangat dikenal di Buol. Kemudian, diduga juga ada bekingan dari oknum aparat. Kami minta hal ini tidak boleh dibiarkan, polisi harus tindak tegas sesuai aturan yang berlaku,” tutupnya.(mch)