PALU – Cerita Poso tidak pernah habis. Konflik horizontal yang pecah tahun 1998 dan puncaknya tahun 2000 menyisakan cerita dan duka mendalam. Buntutnya muncul aksi aksi radikal yang menamakan Mujahidin Inronesia Timur (MIT). Kelompok ini memilih bertahan di hutan wilayah Poso dan sekitarnya.
Untuk mengetahui lebih luas di balik keberhasilan Operasi Madago Raya yang dipimpin mantan Kapolda Sulteng dan Danrem 132 Tadulako, di salah satu hotel di Palu dilakukan Launching Buku dengan tagline, Poso Dibalik Operasi Madago Raya.
Operasi jaringan radikal di Kabupaten Poso seakan tidak pernah habis. Nama sandi operasi Poso setiap tahun berubah. Salah satu namanya adalah operasi Madago Raya yang saat itu dipimpin Kapolda Sulteng Irjen Pol. Abdul Rakhman Baso dan Danrem 132 Tadulako, Brigjen TNI Farid Makruf.
Irjen Pol Abdul Rakhman Baso saat ini sudah pensiun. Sedangkan Mayjen TNI Farid Makruf masih aktif dan menjabat sebagai Pangdam V Brawijaya.
Saat operasi bersandikan Madago Raya banyak prestasi yang dihasilkan kedua pimpinan TNI dan Polri ini. Salah satunya adalah pimpinan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yakni Daeng Koro berhasil dilumpuhkan.
Daeng Koro sangat ditakuti karena sesuai data kepolisian bahwa yang bersangkutan merupakan disersi Kopassus. Atas keberhasilan operasi Madago Raya melumpuhkan pimpinan MIT Poso saat ini kondisi Kabupaten Poso dan Sulteng umumnya aman dan kondusif.
“Ada dua pendekatan strategi menyelesaikan Poso. Yang pertama, untuk radikal disekat dikawasan hutan dan yang kedua untuk simpatisan dilakukan pendekatan persuasif karena berbaur dengan penduduk,” kata Farid Makruf saat mengawali peluncuran buku.
Keberhasilan pos sekat yang dirintis dua pimpinan TNI dan Polri sejak diberi sandi Operasi Madago Raya akhirnya para radikal berhasil dilumpuhkan termasuk pimpinan MIT di Poso.
Hal senada diungkapkan Irjen Pol. Abdul Rakhman Baso pada kesempatan yang sama bahwa dengan sandi Madago Raya dalam bahasa daerah Pamona, Poso artinya baik hati, operasi tersebut berhasil sukses hingga kondisi Poso kondusif dan aman.
Dalam cuplikan video operasi Madago Raya juga ditayangkan upacara 17 Agustus 2021 dilaksanakan di daerah terpencil di desa Magalapi Kabupaten Sigi berbatasan langsung dengan Poso secara live dengan istana yang dipimpin Presiden Joko Widodo.
“Saya melaporkan kondisi Poso dan Sulteng umumnya aman dan kondusif. Dengan sandi Madago Raya, konflik Poso tinggal dikenang baik suka dan duka,” demikian kata Irjen Pol Abdul Rakhman Baso.
Hadir pada lauching buku Poso di Balik Operasi Madago Raya antara lain, Irjen Pol Purn Abdul Rakhman Baso (Mantan Kapolda Sulteng), Mayjen TNI Farid Makruf, MA (Panglima Kodam V/Brawijaya), sejumlah pejabat Polri dan TNI serta Jafar G Bua (wartawan dan penulis buku).
Perlu diketahui di Balik Operasi Madago Raya menyajikan banyak hal yang tak terungkap kepada publik sepanjang Operasi Tinombala dan Operasi Madago Raya di Poso, Sulawesi Tengah pada 2020-2022.
Buku ini ditulis berdasarkan pengamatan langsung penulis atas jalannya operasi pemberantasan terorisme di Poso, Sulawesi Tengah.
Penulisannya disupervisi langsung Pangdam V/VBrawijaya Mayjen TNI Farid Makruf, MA dan Irjen Pol Purn Abdul Rakhman Baso, mantan Kapolda Sulteng. Mereka adalah dua jenderal yang berperan aktif memimpin Operasi ini.
Perlu diketahui bahwa wilayah Kabupaten Poso dikuasasi aksi radikal dan sejumlah kelompok penyokongnya sampai kelahiran Mujahiddin Indonesia Timur (MIT) di Bumi Sintuwu Maroso menjadikan buku ini sebagai referensi penting untuk masyarakat umum, mahasiswa dan para akademisi.
Penyajian yang secara komprehensif memaparkan strategi dan taktik perburuan MIT, kelompok sipil bersenjata di Poso membuat buku ini penting untuk dibaca aparat keamanan, praktisi hukum dan mereka yang terlibat dalam upaya pemberantasan terorisme.
Beberapa hal yang belum terungkap selama Operasi dibeberkan dengan gamblang, termasuk kisah pengejaran para pentolan MIT, peta wilayah-wilayah rawan, Pos Sekat dan kekuatan pasukan selama perburuan kelompok ini.
Buku setebal 208 halaman ini juga menuliskan latar belakang konflik horisontal yang mengharubiru Poso tidak kurang 20 tahun lamanya. Kondisi sosio-demografi Poso, amuk massa 1998 hingga Deklarasi Malino 2001 menjadi catatan pembuka buku ini. (*/lib)