26 March 2025
33.1 C
Palu

Mencermati Pikiran Nilamsari dan Ahlis Djirimu, Pembangunan Berbasis COVID di Sulteng

Must read

Oleh : Hasanuddin Atjo *)

SABTU malam, 9 Maret tahun 2024 bertempat di Aston hotel kota Palu, dihelat bedah buku Pembangunan Berbasis COVID di Provinsi Sulawesi Tengah, karya Nilamsari-Ahlis Djirimu. Saat itu saya didaulat menjadi salah satu pembahas, pemberi testimoni

Dr. Hj. Nilamsari Lawira, SP., MP, merupakan politikus, sekaligus ilmuan berlatar ilmu pertanian, saat ini menjabat ketua DPRD Sulawesi Tengah. Sememtara itu, Prof. Dr. Ahlis Djirimu DEA merupakan akademisi Universitas Tadulako (Untad) dan malang melintang sebagai tenaga ahli ekonomi-keuangan pada beberapa lembaga.

Hampir semua pembahas dan peserta beranggapan bahwa kata COVID yang tertera di atas cover buku itu berkaitan dengan virus Covid-19 yang menghebohkan, menakutkan, dikarenakan daya bunuhnya yang tinggi terhadap warga dunia.

Setelah dicermati, COVID yang dimaksud oleh kedua penulis ini, merupakan akronim dari Colaboration, Oppenies, Value Based Education, Inclusivennes dan Diversity in the same goal. Maknanya: Pembangunan pada semua sektor harus dilakukan dengan lima pendekatan atau cara yaitu: Kaloborasi; terbuka terhadap sejumlah masukan; didukung sumberdaya manusia bernilai; beragam budaya dan bermuara kepada tujuan yang sama yaitu kesejahteraan- berkeadilan.

Kedua penulis melihat, bahwa implementasi pembangunan di sejumlah tempat ala otonomi daerah semakin keluar dari rel. Integrasi program provinsi dan kabupaten/kota kurang sejalan dan semakin bias dari visi misi, sehingga sejumlah target yang telah ditetapkan tidak tercapai.

Boleh jadi rekruitmen kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat sudah melenceng jauh dari ketentuan. Antara lain sarat money politik disinyalir menjadi sebab utama sehingga visi misi tidak lagi maksimal dijalankan pada saat terpilih dan memerintah.

Karena itu pembangunan yang berbasis COVID dinilai mampu memberi semangat menekan bias-bias penyelenggaraan pembangunan. Dan diharapkan menjadi salah satu referensi pimpinan daerah manfaatkan sumberdayanya agar sejahtera berkeadilan sesuai harapan SDGs 2015-2030.

Filosofi pembangunan berbasis COVID ada korelasi dengan filosofi pembangunan Jepang yaitu pembangunan berbasis “KERETA KUDA”. Maknanya Provinsi ditarik oleh sejumlah kota (Jepang tidak mengenal kabupaten).

Dengan filosofi yang seperti ini, maka provinsi memberi dukungan ke kota yang belum mampu dan kemudian ditarik oleh kota-kota yang mampu. Dengan cara seperti ini arah, kebijakan dan implememtasi pembangunan bisa terarah dan konsisten serta berkelanjutan.

Kalau filosofi pembangunan di Jepang diterapkan di Sulawesi Tengah maka provinsi ditarik oleh kabupaten/kota yang maju. Dan selanjutnya provinsi menarik kabupaten/kota yang belum maju sehingga berada dalam satu rangkaian kereta kuda yang harmoni.

Lebih hebat lagi kalau filosofi COVID diintegrasikan dengan KERETA KUDA akan menjadi sebuah prinsip tatakelola yang memiliki kekuatan besar dalam mewujudkan tujuan sejahtera berkeadilan. Integrasi tersebut mungkin bisa menjadi topik untuk didiskusikan menuju cita cita Indonesia emas 2045.

Ada empat poin yang menjadi rekomendasi saya pada saat memberi testimoni. Pertama mendorong budaya literasi, minat menulis dan membaca bagi semua komponen bangsa. Pasalnya Indonesia lagi krisis literasi.

Data yang dirislis dari UNESCO PBB (2022), bahwa minat baca bangsa Indonesia hanya 0,1 persen. Artinya setiap 1.000 penduduk hanya ada 1 orang yang punya minat baca sesuai kriteria.

Selanjutnya, dari 62 negera yang disurvei terkait indeks literasi, posisi Indonesia berada di peringkat ke 60. Kondisi ini memprihatinkan bagi negara bergelar maritim yang jumlah penduduknya sekitar 278 juta jiwa.

Lebih miris lagi, kebiasaan menbaca buku juga rendah, padahal sangat penting bagi kemajuan negeri ini yang kini sedang bersiap untuk menjadi salah satu negara maju pada tahun 2045 dengan PDB sekitar $US 7 triliun

Negara maju, warganya genar membaca buku. Warga Jepang setiap tahun membaca buku antara 10-15 buah, Amerika Serikat antara 15-20 buah. Selanjutnya Indonesia antara 0-1 buah buku saja.

Melahirkan sejumlah penulis baru, dinilai sangat strategis guna meningkatkan budaya literasi. Seorang berprofesi sebagai penulis bisa dipastikan gemar membaca. Namun yang gemar membaca belum pasti seorang penulis.

Mata ajaran mengarang pada kurikulum pendidikan dasar dan menengah yang tidak lagi menjadi keharusan seyogianya dimunculkan kembali. Tujuannya agar kebiasaan, bakat menulis telah dimulai sejak dini agar nantinya memiliki daya analisis dan khayal saat berperan di masyarakat.

Kedua, mengembalikan peran sektor Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang terlihat mulai ditinggal dan kini digeser oleh sektor industri pengolahan logam dan sektor galian.

Pasa saat ini kontribusi sektor Pertanian, Perikanan dan Kehutanan terhadap PDRB di Sulteng menurun dratis hingga kisaran 20 persen dari sebelumnya pernah mencapai kisaran 45 persen. Padahal sekitar 65 persen warga Sulteng bekerja pada sektor itu

Sektor industri pengolahan logam dan galian tambang menyebabkan pertumbuhan ekonomi daerah ini tembus dua digit sejak tiga tahun terakhir. Tahun 2023 mencapai 11,91 persen, di atas rata-rata nasional 5,03 persen.

Ironisnya pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini diikuti tingginya angka kemiskinan, dan angka stunting serta rendahnya NTP nilai tukar petani. Karena itu, pertumbuhan ekonomi daerah ini disebut tidak inklusive atau tidak merata dan biasa juga disebut pertumbuhan anomali.

Kemiskinan pada tahun 2023 mencapai 12,46 persen, di atas rata-rata nasional satu digit 9,36 persen. Sementara itu angka stunting daerah ini mencapai 27 80 persen, juga di atas nasional 21,60 persen.
Selanjutbya NTP pada bulan Desember tahun 2023 sebesar 114,63 persen di bawah nasional 117,76 persen, bahkan ada tiga subsektor kurang dari 100 persen.

Ketiga, pengembangan SDM pada sektor unggulan. Era digital tidak bisa lagi dihindari. Dan untuk hal itu pendidikan vokasi pada sektor unggulan sudah harus berorientasi pada digitalisasi.

Saatnya memperbanyak jumlah petani, nelayan, pembudidaya, peternak dan pekebun milenial dengan program smart village, smart farming, dan integrasi farming serta semacamnya.

Untuk tujuan kaderisasi yang yang berdaya saing, sebaiknya pemerintah daerah menyusun program melahirkan 1.000 orang Doktor di berbagai sektor menggerakkan roda birokrasi pada 13 kabupaten dan kota.

Keempat, perlu keberpihakan anggaran pada sektor pangan dan pariwisata selain sektor wajib seperti pendidikan dan kesehatan serta infrastruktur.

Tentunya masukan ini diharapkan dapat memperkaya rencana lahirnya buku seri kedua melanjutkan berkembangnya budaya literasi dan sekaligus referensi bagi pengelola pemerintahan.

Selamat buat kedua penulis. Karya-karya selanjutnya masih ditunggu untuk terwujudnya kemajuan masyarakat Sulawesi Tengah. Semoga.

*) Penulis adalah Ketua Penyuluh Pertanian Provinsi Sulawesi Tengah, dan Tenaga Ahli Menteri Koordinator Investasi dan Maritim.

-IKLAN-spot_img

Latest article

More articles

WeCreativez WhatsApp Support
Silahkan hubungi kami disini kami akan melayani anda 24 Jam!!