PALU- Reses anggota DPRD Kota Palu, Reski Hardianti Ramadhani, Kamis (19/10/2023) menuai persoalan terkait dengan aturan pangkalan subsidi gas elpiji 3 Kilogram, yang ada di Jalan Bungi Indah, Kelurahan Nunu, Kecamatan Tatanga Kota Palu.
Bermula saat pemilik pangkalan gas elpiji 3 kg, Siswati menanyakan data DTKS terbaru dari kelurahan. “Kami dimintakan data DTKS minimal 50 persen oleh Pertamina. Sementara pihak kelurahan hanya memberikan 30 nama saja. Olehnya, saya bertanya kepada pihak kelurahan apakah sudah ada data DTKS terbaru,”katanya.
Sambil tersenyum, Sekretaris Kelurahan Nunu meminta pemilik pangkalan untuk berkunjung kembali ke kantor lurah. Karena menurutnya, sewaktu pertama menanyakan hal itu, yang memberikan keterangan, bukan bidang yang bersangkutan.
Sementara, pihak Satgas, Safei menjelaskan bahwa belum ada data terbaru DTKS dari kelurahan. Namun data pengurangan DTKS telah diterbitkan.
“Jumlah penduduk di Kelurahan Nunu sembilan ribu jiwa. Warga miskin kurang lebih 5000 orang. Namun setelah dilakukan investigasi, ternyata banyak yang harus dikeluarkan dari DTKS. Karena sudah mapan. Banyak temuan di lapangan. Olehnya pihak kelurahan tegas dalam hal ini,” jelasnya.
Hal yang sama juga diutarakan Winda, itu mempertanyakanan berapa kuota tabung gas untuk pelaku usaha kecil.
“Ungkapan ini bukan hanya dari saya saja lho. Banyak bisikan di belakang untuk mempertanyakan hal ini. Kami mintanya hanya satu tabung saja tidak dikasih. Tapi ada orang datang membeli sampai 5 dilayani. Jangan sampai kita disini berburuk sangka dengan pemilik pangkalan,”ungkapnya.
Merasa di pojokan, pemilik pangkalan mengaku dirinya tidak memberikan gas elpiji, karena persoalan DTKS. Sebab pihaknya dituntut oleh pihak Pertamina untuk memberikan tabung sesuai data DTKS.
“Bukanya saya tidak mau memberikan gas subsidi, tapi saya juga dituntut Pertamina sesuai DTKS. Saya pernah katakan jika mau ambil tabung di sini, tolong masukkan data. Kalau memang tidak masuk DTKS, minta surat keterangan ekonomi lemah dari kelurahan. Tapi saya tunggu belum ada juga mereka masukan data. Jadi saya bingung gimana cara mengaturnya,” katanya dengan nada suara datar.
Untuk mencairkan suasana yang agak memanas, Reski Hardianti menjelaskan bahwa persyaratan dari Pertamina, harus sesuai DTKS. Jika pemilik pangkalan tidak mengindahkan hal tersebut, bisa disanksi.
“Begini ya pak, sesuai penjelasan tadi dari ibu pemilik pangkalan, jika terdapat warga yang terdata di DTKS tidak mengambil jatah gas elpiji dalam kurun waktu satu Minggu, maka tabung tersebut akan diberikan kepada warga yang tidak tercantum dalam DTKS. Untuk pelaku usaha mendapat jatah dua tabung,” jelas Reski sambil tersenyum manis.
Pemilik pangkalan kembali menambahkan bahwa yang diperkenankan untuk mendapatkan gas elpiji 3 kg, adalah rumah tangga dan pemilik usaha mikro. Namun untuk ASN tidak diperbolehkan.
“Kalau masih ada yang bertanya, silahka. Saya jawab di sini. Soalnya saya juga dilema dengan hal ini. Jangan sampai warga mengira saya menjual gas elpiji ke pengecer dengan harga tinggi. Silahkan dikrosschek sendiri. Saya tidak pernah seperti itu. Saya tau konsekuensinya jika melanggar, pangkalan akan ditutup,” sebutnya dengan tegas.
Setelah suasana kembali stabil dan mencair, politisi Partai Demokrat itu juga mengimbau agar tidak terjadi lagi pembelian gas elpiji bersubsidi secara berlebihan. “Habis kegiatan ini ibu-ibu tetap bertetangga kan? Tetap baku sayang kan?,” kata Reski.
Sebelum menutup kegiatan, Ketua Komisi B DPRD Kota Palu itu menjelaskan bahwa persoalan gas elpiji 3 kg menjadi persoalan yang rumit. Disatu sisi tabung tersebut sangat dibutuhkan untuk rumah tangga. Sementara sisi lainnya terdapat aturan yang harus dipatuhi oleh pemilik pangkalan.
Komisi B DPRD Palu pernah turun lapangan. Dimana dari kegiatan tersebut, banyak ditemukan pangkalan yang melanggar ketentuan. Sehingga diambil tindakan penutupan pangkalan.