14 October 2024
24.7 C
Palu

Sonny Tandra Kesal Terhadap Kepala UPT KPH Sintuwu Maroso

Must read

POSO-Merespon pernyataan Kepala Kantor UPT Kesatuan Pengolahan Hutan (KPH) Sintuwu Maroso, Ir. Lukman, S.Hut., M.Si, bahwa penangkapan barang bukti getah pinus yang saat ini ditahan di gudang oleh Gakkum Sulawesi Tengah (Sulteng) dalam proses pemeriksaan, sebagaimana diatur dalam Omnibuslaw.

Menanggapi statemen Lukman seperti itu, Ketua Komisi III DPRD Sulteng Sonny Tandra, menyayangkan bisa seperti itu pemahaman seorang KPH Sintuwu Maroso. Menurut Sonny, Undang-undang Ombnibuslaw baru berlaku 23 Maret tahun 2023, sementara barang bukti ditahan sudah sepuluh bulan dari tahun 2022 yang lalu.

“ Itu statemen pembohongan. Masa kasus sudah 10 bulan terus digantung dan tidak ada penyelesaiannya. Ini tidak betul lagi PKH Sintuwu Maroso. Kan sudah lama kasus-kasus seperti ini. Sudah sering terjadi. Sudah tahunan, tetapi dibiarkan terus berlangsung. Apalagi Undang-undang Omnibuslaw itu kan belum lama. Baru beberapa bulan, masa mau diterapkan. Yang betul aja, “ tandas Sonny.

Karena itu Sonny mendesak agar pemangku kepentingan dan aparat penegak hukum (APH) di Sulawesi Tengah segera menahan orang ini. Dirinya selaku anggota DPRD Sulteng tidak menerima ada pejabat yang congkak dan pembohong. Harus dievaluasi kinerjanya.

“Saya meminta agar pemangku kepentingan dan aparat penegak hukum segera menahan orang ini, “ seru Sonny Tandra.

Sonny juga menohok Gakkum yang memiliki wewenang penuh untuk melakukan penindakan secara hukum, tetapi sayangnya terlihat sangat lamban dalam menangani kasus ini. Harusnya Gakkum tegas, dan bergerak cepat.

Dia juga mengingatkan semua pihak, utamanya KPH Sintuwu Maroso, jika mengetahui adanya praktik monopoli dan berdasarkan aturan, kenapa tidak kalau ada pengusaha yang mau menawarkan dengan harga terttingi kenapa tidak diprioritaskan?

“Yah jangan begitu lah KPH terlalu sombong, dan membeda-bedakan, “ ujarnya lagi.

Dijelaskannya, getah pinus yang ditangkap dan disita itu kasusnya sudah 10 bulan. Mestinya, sudah ada kepastian hukum. Jangan digantung begitu lama. Kasihan masyarakatnya. Kalau sudah waktunya yah serahkan kembali barang bukti itu kepada pemiliknya.

” Masa orang punya kok tidak dikembalikan. Jangan begitulah. Kita cari kepastian hukum. Inikan sudah 10 bulan digantung-gantung terus tidak ada kepastian, ” cecar Sonny.

“Terus kenapa Gakkum nanti sudah ada di berita di media dan di medsos baru mau bergerak dan mengutus orangnya ke Poso. Ini ada apa? “ pungkas Sonny.

Mengenai Undang-undang Omnibuslaw, kata Sonny, itu baru berlaku pada 23 Maret tahun 2023. Sedangkan kasus ini sudah terjadi pada tahun 2022 yang lalu, artinya sebelum ada Omnibuslaw. Mestinya segera diselesaikan saat itu.

“ Penegakan hukum silakan diberlakukan, tetapi jangan digantung hingga lama begini. Sebab kasian masyarakat ini, pelanggarannya juga ringan. Tapi prosesnya sudah kelamaan. Belum lagi kalau pemeriksaan hukumnya sampai di kejaksaan berapa lama, terus di kepolisian juga prosesnya berapa laa. Harus berempatilah, “ kata Sonny.

Kalau misalnya ada pelanngaran yah didoronglah pelanggaran itu ke proses hokum, jangan digantung hingga lama sekali. Ini jelas menimbulkan berbagai pertanyaan ada apa sebenarnya?

Dikonfirmasi media ini di Poso, Kepala KPH Sintuwu Maroso, Lukman, memilih diam alias no coment. “ Saya no coment, “ ujar Lukman.

Sementara pihak Gakkum Sulteng, Subagyo, yang dihubungi di media WhatsApp (WA)-nya nomor 08114507*** tidak memberikan jawaban. Pertanyaan dan konsep persoalan konfirmasi media ini dari pernyataan Sonny Tandra sudah dilihat, tetapi enggan memberikan jawabannya seperti biasanya.

Sebelumnya diberitakan media ini, edisi Jumat 12 Mei 2023 inilah pernyataan dari Kepala Kantor UPT KPH Sintiuwu Maroso Poso, Lukman, yang membantah telah bersikap arogan dan intimidatif terhadap warga yang melakukan penyadapan getah pinus di wilayah hutan Kecamatan Pamona Utara Kabupaten Poso sebagaimana diungkap anggota DPRD Provinsi Sulteng, Sony Tandra. Mereka juga menolak dituding bersekongkol dengan pengusaha getah pinus di Poso.

Bantahan disampaikan langsung Kepala Kantor UPT KPH Sintuwu Maroso di Poso, Ir. Lukman, S.Hut., M.Si, IPU. “Tidak ada intimidasi kami kepada warga yang disebut sebagai petani pinus, “jelasnya, Kamis (11/05/2023).

Bukti kuat tidak adanya intimidasi dan arogansi KPH Sintuwu Maroso (Sinmar) diakui langsung oleh warga yang juga menjabat ketua Bumdes Uelincu Kecamatan Pamona Utara, Daniel Walisa saat gelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPRD Sulteng pada 15 Agustus 2022.

Menurut Lukman, pohon pinus yang tumbuh di wilayah Pamona semua berada dalam kawasan hutan. Itu artinya, untuk mengambil dan mengelola getah pinus harus mempunyai izin pemanfaatan hasil hutan bukan kayu berupa PBPH (perizinan berusaha pemanfaatan hutan) dari pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI.

“Pinus itu kan berada dalam kawasan hutan. Siapa yang mau mengolah harus terlebih dulu mengantongi Izin PBPH. Regulasinya jelas dalam UU Cipta Kerja No: 11 tahun 2022 sebagaimana telah diubah dengan Perpu No: Tahun 2022 tentang Cipta Kerja,” tandasnya.

“Karena berada dalam kawasan hutan maka pinus itu tidak bisa diklaim sebagai milik desa, meski benar kawasan hutan itu berada dalam wilayah desanya. Jelasnya, siapa pun yang ingin mengolah pinus mutlak harus berizin,” tambah Lukman.

Izin dimaksud, kata dia, diterbitkan langsung oleh Kementerian LHK, bukan diterbitkan Dinas Kehutanan Provinsi, atau apalagi oleh KPH Sinmar Poso. “Urus izinnya langsung di Kementerian di Jakarta karena mereka yang terbitkan,” bilang Lukman.

Terkait tudingan bersekongkol dengan pengusaha pinus, Lukman memastikan tudingan itu salah. “Tidak ada sekongkol. Mereka (pengusaha) itu mengambil dan mengolah getah pinus yah karena mereka memang punya izinnya,” tegasnya.

Lukman juga memberikan klarifikasi soal anggapan KPH Sinmar telah menyita barang bukti (babuk) getah pinus milik warga desa Uelincu hasil dari operasi yang dilakukan oleh Balai Gakkum Kementerian LHK Wilayah II Sulawesi. Bilangnya, KPH Poso cuma sebagai tempat penitipan babuk. Pun saat gelar operasi, KPH Poso hanya sebatas mendampingi Gakkum.

“Jadi KPH tidak berhak untuk melepaskan babuk yang ada. Yang bisa melepas babuk itu hanya dua, yakni Gakkum itu sendiri dengan pertimbangan tidak cukup bukti saat penyidikan, atau di lepas berdasar putusan Pengadilan Negeri. Mari kita menghargai proses hukum yang sementara berjalan,” tutup Lukman.(bud/mch)

Latest article

More articles

WeCreativez WhatsApp Support
Silahkan hubungi kami disini kami akan melayani anda 24 Jam!!